Namanya Muhammad Suherman tetapi akhirnya harus menerima kenyataan bahwa di Ijazah SMPnya nama itu berubah menjadi Maman Suherman. Pihak sekolah secara sepihak dan mungkin tanpa konfirmasi telah mengubah nama Muhammad menjadi Maman karena kebiasaan di tatar sunda jika ada nama disingkat “M.” itu biasanya adalah Maman, apalagi memang akhir suku kata nama belakangnya berbunyi “man” – Suherman. Jadi memang enak di lidah orang sunda mengawali nama Suherman dengan Maman – Maman Suherman.
Karena kadung sudah tertulis di dalam Ijazah maka Muhammad Suherman yang kini namanya menjadi Maman Suherman harus bolak balik ke tempat kelahirannya di Makassar untuk membetulkan Ijazah.
Pria kelahiran Makasaar 10 November 1965 dari pasangan ayah berdarah Sunda dan Ibu berdarah Makassar ini pada akhirnya menerima bahkan mensyukuri takdir perubahan nama itu. Bahkan nama “Kang Maman” menjadi nama yang sangat marketable bagi dirinya yang malang melintang di dunia jurnalistik dan kepenulisan.
Dalam Greet and Meet dengan tajuk “Aku Menulis Maka Aku Ada” yang mempertemukan antara Kang Maman dengan para pegiat literasi dan salah satu di dalamnya adalah penulis sendiri pada hari senin 13 Juni 2022 di Sawala Café and Spase Sumedang, beliau mengungkapkan bahwa Maman (dibaca: Mamang) dalam bahasa Perancis berarti adalah Ibu. Ibu bagi Kang Maman adalah sosok teramat istimewa di dalam hidupnya. Betapa segala kesuksesan yang didapat hari ini oleh Kang Maman ada peran besar yang tak akan pernah tergantikan yaitu Ibu.
Behind the scene kehidupan Kang Maman yang kini menjadi penulis ternama adalah buah dari warna warninya cinta seorang Ibu kepada Kang Maman. Caranya mendidikan membuat Kang Maman terbentuk menjadi sosok yang kuat menghadapi berbagai benturan kehidupan yang tak mudah. Seketika Kang Maman menceritakan Sang Ibu matanya terlihat berkaca-kaca seolah menunjukan kerinduan yang teramat mendalam. Maka seolah wajib baginya setiap pulang ke Sumedang Kang Maman menziarahi makam Ibunya. Allahumaghfirlah …
Penulis sendiri mentafakuri bahwa ternyata Maman adalah nama yang istimewa. Jika dipecah menjadi dua suka kata maka Maman menjadi Ma-Man dua kata yang dalam berbagai redaksi hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat sering terucap sebagai subjek dan objek penting.
Meski nama “Muhammad” pada akhirnya berubah menjadi “Maman” tetapi justru menjadi dua penggalan kata “Ma-Man” yang sangat sering terucap oleh Nabi. Maka kepribadian Kang Maman dan tentu saja kita semua bisa meneladani ucap dan langkah Nabi Muhammad shallahu alaihi wa sallam.
Salah satu kepribadian Nabi yang wajib kita semua teladani adalah besarnya rasa empati terhadap sesama. Betapa banyak kisah-kisah shahih yang menggambarkan empati Nabi kepada sesama. Kasih sayang terhadap umat adalah senjata utama yang membuat risalah Islam yang dibawanya begitu cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
“Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S. At-Taubah: 128).
Dilansir dari sindonews.com bahwa Bretly Hiler seorang Orientalis Jerman dalam bukunya ‘Orang-Orang Timur dan Keyakinan-keyakinan Mereka’ mengatakan, “Muhammad adalah seorang kepala negara dan punya perhatian besar pada kehidupan rakyat dan kebebasannya. Dia menghukum orang-orang yang melakukan pidana sesuai dengan kondisi zamannya dan sesuai dengan situasi di mana Nabi hidup di antara mereka. Nabi ini adalah seorang penyeru kepada agama Tuhan Yang Esa. Dalam dakwahnya, dia menggunakan cara yang lembut dan santun meskipun dengan musuh-musuhnya. Pada kepribadiaannya ada dua sifat yang paling utama dimiliki oleh jiwa manusia. Keduanya adalah ‘keadilan dan kasih sayang.”
Maka saat ada nenek-nenek tua yang selalu meludahinya Nabi malah menjadi orang pertama yang menjenguk sakitnya. Juga ketika seorang buta yang berkoar di pasar menjelek-jelekannya, Nabi malah menyuapinya dengan makanan terbaik. Bahkan pada peristiwa Fathu Mekkah saat Nabi menguasai kembali dan mampu membalas kejahatan-kejahatan yang dilakukan pembesar-pembesar Mekah kepadanya, Nabi malah berucap “Aku sampaikan kepada kalian sebagaimana perkataan Yusuf kepada saudaranya: ‘Pada hari ini tidak ada cercaan atas kalian. Allah mengampuni kalian. Dia Maha penyayang.’ Pergilah kalian! Sesungguhnya kalian telah bebas!” Allahumma shalli ‘ala Muhammad.
Itulah empati Nabi, empati yang membuat agama ini semakin dicintai. Maka sudah seharusnya kita semua berempati meneladani Sang Nabi.
Maka dalam menyampaikan tipsdan trik menulis Kang Maman juga menggunakan empatlah langkah yang juga bernama EMPATI penggalan suku kata EMPAT-I yaitu Ingin apa, Ilmunya seperti apa, Ikhtairnya bagaimana, dan Ikhlas menjalankannya.
Ingin apa? Menulis berarti harus punya misi. Setiap orang misinya berbeda-beda. Kekuatan misi itu yang akan terus mendorong setiap penulis terus menggoreskan penanya.
Ilmunya seperti apa? Tulisan yang berbobot adalah tulisan yang berbasis data, logis dan sarat referensi.
Ikhtiarnya bagaimana? Setelah ilmu didapat maka bagaimana mengusahak agar tulisan itu diselesaikan, dipublikasikan dan terus melakukan evaluasi diri agar tulisan semakin berkualitas.
Serta yang terakhir Ikhlas menjalankannya. Menulis adalah mencerahkan terutama mencerahkan diri sendiri karena dengan menulis kita akan membaca berulang-ulang. Syukur tulisan kita bermanfaat bagi orang lain maka sedekah jariyah akan mengalir hingga menjadi tabungan akhirat menjadi pembuka pintu surga.
Semoga tulisan keci ini juga bernilai jariyah mengumpulkan kami para pegiat literasi dan juga Kang Maman bersama Nabi di surga. Amin
Sawala Cafe and Space – Sumedang, 14 Juni 2022
Agus S. Saefullah (Penggembira Literasi)
Tinggalkan Komentar