Info Terkini
Kamis, 21 Nov 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
8 Juli 2022

Memoar Perjalananku di Thailand (7)

Jumat, 8 Juli 2022 Kategori : Founder Way / Naufal A.

Langit tampak begitu asyik menumpahkan air manakala saya sedang menulis catatan ini. Sejak kemarin sampai siang tadi, saya perhatikan langit tampak seperti tak ingin mencurahkan sebagian dari kandungannya. Tetapi, atas kehendak Allah Swt., akhirnya sebagian daripada rahmat-Nya turun kepada kami pada sore ini, di hari yang penuh dengan keberkahan yaitu hari Jumat.

Tepat pada hari ini juga saya bersama Rangga sudah menunaikan tugas sebagai peserta KKN dan PPL Internasional selama satu pekan. Sepekan yang lalu, kami berdua sedang berada di perjalanan yang cukup jauh dari Eakkapapsasanawich School menuju sekolah yang kini sedang kami tempati.

Omong-omong, saya baru mendapatkan kabar teranyar bahwa sesungguhnya pria yang menjemput dan mengurus keperluan kami berdua bukan bernama asli Yusuf. Saya baru tahu tentang ini manakala Rangga menyampaikan informasi dari guru-guru di sini bahwa pria yang biasa kami sebut Ustadz Yusuf itu bernama asli Damrong atau akrab disapa guru-guru di sini; Babo Damrong.

Tentang hal ini sebenarnya sudah coba saya tanyakan kepada beliau sepekan yang lalu, tepatnya ketika kami berdua diajak makan di sebuah pusat jajanan. Kala itu, kami semuanya sedang dalam perjalanan dari Eakkapapsasanawich School menuju Jazirahpithayanusorn School. Saat makanan belum dihidangkan, saya mencoba menanyakan nama orang yang mengantar kami itu. Lantas beliau pun menjawab; Yusuf. Maka sejak itu, tanpa banyak bertanya, kami berdua mengenal nama pria yang mengantar dan mengurus kami dengan nama Ustadz Yusuf.

Sebelum kabar tentang nama asli Ustadz Yusuf terungkap sebenarnya saya sudah menemukan sedikit keanehan. Terutama ketika saya menyimpan kontak Ustadz Yusuf lalu mengecek akun LINE, ternyata nama kontak yang disimpan itu bukan bernama Yusuf. Melainkan, nama yang tampak asing sekali bagi saya yaitu Damrong. Untung saja, di akun itu, beliau memasang foto profil yang sesuai dengan wajah aslinya. Sehingga, saya pun tidak begitu mengacuhkannya.

Beralih pada topik yang hendak saya sampaikan dalam uraian ini, bagi saya Jumat kali ini berbeda dari pekan lalu. Alhamdulillah, pada kesempatan kali ini Allah Swt. memperkenankan saya untuk menunaikan ibadah Jumat di tengah saudara-saudara seiman yang jumlahnya begitu banyak.

Siang tadi kira-kira pukul 12.20, saya bersama dengan Rangga dan murid-murid lelaki jenjang Mattayom yaitu Fandee, Anwar, Mujahid, Muhammad, serta Nawi berjalan beriringan menuju masjid yang sebelumnya sudah biasa saya kunjungi. Saat berada di perjalanan, azan pertama ibadah Jumat sudah berkumandang.

Untuk diketahui oleh pembaca sekalian,  waktu salat bagi umat Islam di Thailand Selatan sedikit berbeda dengan di Indonesia. Di sini, waktu salat Zuhur atau ibadah Jumat dimulai pada pukul 12.30-an, salat Ashar pada pukul 15.50-an, salat Magrib dimulai pada 18.50-an. Sementara untuk salat Isya, dimulai pada pukul 20.00-an.

Sesampainya di masjid, saya lekas mengambil wudhu lalu mengambil saf yang masih kosong untuk menunaikan salat sunnah Tahiyatul Masjid. Setelah itu, untuk pertama kalinya selama saya berada di Thailand, saya melihat dan mendengarkan langsung petugas ibadah Jumat di dalam masjid.

Bagi saya, bagaimana pun juga isi pembicaraan yang disampaikan oleh petugas ibadah Jumat di sini secara keseluruhan tidak bisa saya pahami maknanya. Sebab, mereka yang berbicara, semuanya menggunakan bahasa Thai. Hanya beberapa penggal kalimat mukadimah dan doa-doa berbahasa Arab saja yang sedikitnya saya mampu tangkap maksudnya.

Pembaca yang budiman, sesungguhnya saya tidak terlalu asing dengan praktik ibadah Jumat yang dilakukan oleh orang-orang di sini. Saya perhatikan bahwa praktik ibadah Jumat di sini serupa dengan praktik ibadah Jumat umat Islam di Indonesia yang mayoritas menganut mazhab Syafii. Atau lebih detilnya, saya melihat ada banyak kesamaan praktik ibadah orang-orang Muslim di sini dengan kaum Nahdliyin di Indonesia yang masyhur dikenal sebagai penganut fikih mazhab Syafii.

Persamaan praktik antara keduanya ini saya lihat dari praktik azan Jumat yang dikumandangkan sebanyak dua kali. Kemudian, adanya sosok muroqi yang bertugas mengingatkan jamaah Jumat untuk tidak berbicara selama pelaksanaan ibadah Jumat sesaat sebelum khatib naik ke mimbar. Selain itu adanya pembacaan doa-doa yang dijaharkan lalu diaminkan oleh seluruh jamaah semakin menandakan dengan jelas sekali bahwa terdapat persamaan antara ritus-ritus yang dilestarikan oleh kalangan Nahdliyin di Indonesia dengan sebagian umat Islam di Thailand Selatan.

Para pembaca yang budiman, untuk diketahui, pada hari yang penuh berkah ini, saya mendapatkan kabar yang amat membahagiakan. Tepatnya setelah saya selesai mengajar kelas Mattayom tadi siang, saya diberitahu oleh Mrs. Sah bahwa selama sepekan ke depan sekolah akan diliburkan dan aktivitas KBM akan dimulai kembali pada Senin, 18 Juli mendatang. Alhamdulillah, pertanda waktu libur yang agak panjang akhirnya tiba juga.

Tak banyak yang ingin saya uraikan lagi dalam kesempatan ini. Saya hanya ingin menyampaikan pesan; mohon maaf atas keterlambatan penerbitan memoar ini dan yang tak kalah pentingnya ialah mudah-mudahan catatan hari ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Aamiin.

 

Bumi Allah, di bawah naungan lentera yang padam, Jumat 8 Juli 2022.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 5 7 8 4
Total views : 12270
Salam Silaturahmi