Info Terkini
Sabtu, 27 Jul 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
26 Juli 2022

Memoar Perjalananku di Thailand (15)

Selasa, 26 Juli 2022 Kategori : Founder Way / Naufal A.

Pasca memoar yang ditujukan untuk menjawab beberapa pertanyaan kawan-kawan saya di Whatsapp usai diterbitkan. Kini giliran saya melunasi utang pembahasan yang sudah direncanakan sebelumnya.

Dalam catatan harian ke-12, saya sudah sedikit ceritakan obrolan saya bersama dengan Babo Damrong sebakda salat Magrib berjamaah di Satun pada Jumat 15 Juli yang lalu. Seusai obrolan itu, saya jadi penasaran dengan riwayat keturunan K.H. Ahmad Dahlan yang konon ikut menyiarkan ajaran Islam di Thailand.

Berhubung saya jadi penasaran dan agak ragu dengan keakuratan informasi yang disampaikan Babo. Sejak Jumat malam itu juga saya mulai menelusuri data mengenai hal itu lewat Mbah Google. Ditemukanlah sejumlah situs yang menampilkan informasi tentang keturunan ulama besar pendiri Persyarikatan Muhammadiyah yang kini tersebar di Thailand tersebut. Situs yang muncul paling atas di mesin pencarian Google adalah Suara Aisyiyah.

Dilansir dari Suara Aisyiyah, keturunan K.H. Ahmad Dahlan yang paling awal menetap di Thailand yaitu bernama Jumhan, salah seorang putra K.H. Ahmad Dahlan. Di antara seluruh anak K.H. Ahmad Dahlan, Jumhan adalah anak yang paling menonjol dari sisi akademik terutama dalam soal penguasaan bahasa. Oleh karena itu, ia dikirim untuk melanjutkan jenjang studi ke Pakistan pada 1924, setahun setelah ayahnya meninggal dunia.

Dalam keterangan situs tersebut dinyatakan pula bahwa setamatnya menempuh pendidikan di Pakistan, Jumhan memilih menetap di Thailand pada sekitar dasawarsa 1930-an karena alasan situasi di Hindia Belanda (Indonesia) sedang tidak kondusif. Semenjak menetap di negeri itu, Jumhan masyhur dikenal dengan nama Eerfan Dahlan. Namun, dalam uraian ini saya akan menulisnya; Irfan Dahlan.

Irfan Dahlan, sedang duduk bersimpuh di paling kiri bersama guru-guru dan murid murid-murid Ishaat Islamic College Lahore. (Sumber gambar: Ahmadiyah.org).

Ketika mengabdi di Negeri Gajah Putih, Irfan Dahlan menikah dengan Zahrah, seorang perempuan putri dari pengurus masjid yang biasa digunakan oleh jamaah keturunan suku Jawa di Thailand. Dari pernikahan itulah pasangan Irfan dan Zahrah dikaruniai sepuluh orang anak bernama Rambhai, Phaiboon, Phaerat, Phaesaan, Amporn, Winai, Anan, Athorn, Valida, dan Amnaat.

Dari sepuluh orang anak pasangan Irfan dan Zahrah, seorang putranya yang bernama Winai Dahlan tampil menjadi seorang tokoh Muslim terkemuka di Thailand. Winai yang kini telah menyandang gelar profesor dipercaya menjadi Direktur Halal Science Center di Chulalongkorn University, Bangkok. Bahkan, cucu dari K.H. Ahmad Dahlan ini menjadi tokoh Muslim yang dihormati di lingkungan Kerajaan Thailand.

“Salah satu anak Irfan Dahlan, yaitu Winai Dahlan (Direktur Halal Science Center, Chulalongkorn University, Bangkok, Thailand) bersahabat dengan raja Thailand, yaitu Raja Maha Vajiralongkorn. Sebelumnya, Winai Dahlan telah menjadi orang kepercayaan Raja Bhumibol Adulyadej (ayah dari Raja Maha Vajiralongkorn).”, tulis Khoirul Amal di situs Suara Aisyiyah.

Saya yang membaca kabar ini bangga bukan main. Ternyata sebegitu hebatnya Muslim keturunan bangsa Indonesia yang kini menetap di Thailand. Namun, di balik rasa bangga itu, nyala rasa penasaran terhadap figur bernama Irfan Dahlan ini tidak padam begitu saja.

Sebagai mahasiswa Pendidikan Sejarah, insting kritis saya selalu timbul dalam menghadapi pelbagai arus informasi yang bermunculan di media. Menurut saya, jika situs Suara Aisyiyah menerangkan kabar sebegitu menariknya tentang kiprah keturunan K.H. Ahmad Dahlan di Thailand adalah sesuatu hal yang wajar. Toh, narasi yang dikembangkan erat kaitannya dengan perkembangan induk jamiyyah mereka, Persyarikatan Muhammadiyah. Apalagi, yang tengah dibahas adalah anak-cucu dari pendiri organisasi masyarakat Islam tersebut.

Untuk mendapatkan informasi yang berimbang dan akurat, saya mencoba menelusuri lagi dari situs yang lain tentang sosok Irfan Dahlan, putra K.H. Ahmad Dahlan yang masyhur sudah berdakwah di Thailand. Dari hasil penelusuran itu, sedikitnya saya dapatkan kabar tentang Irfan Dahlan dari dua sampai tiga situs.

Dalam salah satu situs yang saya temukan terdapat informasi yang agak samar tentang Irfan Dahlan ini. Melansir dari situs wordpress bertajuk Myrepro, saya menemukan sebuah narasi yang cukup menarik untuk ditelusuri lebih jauh. Demikianlah narasinya:

“Sementara itu, Duta Besar RI untuk Thailand Rachmat Budiman menambahkan Irfan Dahlan sempat menimba ilmu di Isha‘at Islam College, Lahore, Pakistan.”, ungkap si penulis situs Myrepro ini.

Manakala membaca narasi di atas, seketika pikiran saya teringat dengan sebuah aliran kepercayaan yang sering diperdebatkan dan cenderung dijauhi oleh sebagian umat Muslim di Indonesia. Apakah aliran yang dimaksud itu? Aliran yang saya maksud yaitu Ahmadiyah.

Pikiran saya teringat dengan aliran Ahmadiyah ini lantaran beberapa bulan yang lalu sempat kepo dengan asal usul sekte kepercayaan satu ini. Sewaktu saya sedang mencari tau tentang Ahmadiyah di Google, salah satu kata kunci yang muncul di mesin pencarian saya di samping sosok bernama Mirza Ghulam Ahmad adalah Lahore, sebuah daerah di Pakistan yang masyhur menjadi markas aliran Ahmadiyah.

Saya yang membaca keterkaitan sosok Irfan Dahlan dengan daerah yang menjadi markas Ahmadiyah ini menjadi semakin penasaran. Oleh karena itu, timbulah pertanyaan di dalam benak saya.

“Jangan-jangan Irfan Dahlan ini orang Ahmadiyah?”

Saya yang lagi-lagi penasaran segera menelusuri hubungan antara Irfan Dahlan dengan Ahmadiyah melalui mesin pencarian Mbah Google. Dan setelah dicari akhirnya saya mendapati sebuah foto lawas tokoh-tokoh yang sedang memakai busana khas Punjab, India juga seorang anak muda berwajah Melayu yang mengenakan jas sedang duduk bersimpuh. Setelah saya perhatikan fotonya sebentar, saya langsung menuju tautan situs yang tersedia di dalam keterangan foto lawas tersebut. Rupanya, saya diarahkan ke situs resmi Ahmadiyah.org.

Di dalam narasi situs tersebut saya menemukan data-data yang cukup banyak tentang hubungan Irfan Dahlan dengan Ahmadiyah. Bagi saya, data-data yang tersaji dalam situs ini lebih dari cukup untuk menjawab pertanyaan yang timbul dari benak saya sebelumnya.

Melansir dari situs Ahmadiyah, diperoleh keterangan bahwa Irfan Dahlan bersama dengan tiga orang lulusan Kweekschool Islam bernama Sabitoen bin Abdoel Wahab, Joendab bin Moechtar, dan Ma’soem bin Abdul Hamid dikirim oleh Persyarikatan Muhammadiyah untuk belajar ke Ishaat Islam College. Sekolah ini didirikan oleh sebuah lembaga bernama Ahmadiyya Anjuman Isha’ati Islam Lahore (AAIIL).

Irfan Dahlan bersama tiga orang tersebut dikirim ke Ishaat Islam College pada Juni 1924 atas biaya dari Fonds Dahlan yang kala itu sedang dipimpin oleh Haji Fachrodin. Dalam menerangkan hal ini, situs Ahmadiyah tersebut mengutip majalah Soeara Moehammadijah No. 7/th.5/1924.

Irfan Dahlan mengikuti pembelajaran di sekolah tersebut sampai tamat pada akhir 1920-an. Selama belajar di situlah salah seorang putra dari K.H. Ahmad Dahlan ini kemungkinan besar menerima ajaran Ahmadiyah.

Indikasi sekaitannya hal ini nampak cukup jelas dalam sejumlah bukti yang bersumber dari dokumen sezaman. Dalam sebuah dokumen sezaman yang dikutip situs Ahmadiyah.org, dinyatakan bahwa Irfan pernah menghadiri kongres Ahmadiyah di Pulau Jawa pada sekitar akhir 1920-an.

Sumber yang dinilai kuat mengindikasikan masuknya Irfan Dahlan ke dalam circle Ahmadiyah ini tampak dalam narasi yang dimuat oleh majalah Pandji Poestaka No. 84/th VIII/ 21 Oktober 1930. Saya memperoleh keterangan tersebut dari situs Ahmadiyah sebagai berikut:

“Pada tanggal 15 Oct. jl. T. Erfaan A. Dahlan, pembangoen pergerakan Moehamadijjah Indonesia telah berangkat dari Djokja dalam perdjalanannja ke Siam. Tg. 18 Oct. Beliau berangkat dari Tg. Priok. Berangkatnja t. Erfaan A. Dahlan ke Siam itoe ialah sebagai Moeballigh Islam dari Gerakan Ahmadijah Lahore, jang bermaksoed akan mengembangkan ke-Islaman dan persaudaraan internasional di Siam.”

Apabila mencermati data-data yang berasal dari sumber di atas, keberangkatan Irfan Dahlan ke Thailand sebenarnya dalam rangka menjalankan tugas sebagai mubalig Ahmadiyah pada 1930. Ada pun, soal pilihannya untuk menetap di Thailand, mungkin saja disebabkan karena situasi dalam negeri yang kurang kondusif. Apalagi, sekitar dua belas tahun berikutnya, kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda atas wilayah Nusantara runtuh dan digantikan oleh Tentara Pendudukan Jepang.

Sekaitannya dengan hubungan antara Irfan Dahlan dengan Ahmadiyah. Sebagaimana bukti-bukti yang telah dibentangkan di atas, saya rasa pembaca sekalian dapat memutuskan simpulannya sendiri.

Ada pun, untuk diketahui, pihak keluarga Irfan Dahlan tidak tinggal diam manakala narasi yang menyatakan masuknya Irfan ke dalam circle Ahmadiyah berseliweran di pelbagai media. Dilansir dari IB Times, pihak keluarga Irfan Dahlan memberikan klarifikasi dengan tegas bahwa sesungguhnya Irfan Dahlan tetap teguh memegang ide modernisme yang dianut oleh Persyarikatan Muhammadiyah.

Berhubung uraian kali ini berbeda, tidak seperti catatan sebelumnya, baik dari sisi jumlah kata maupun pola redaksinya. Maka, sebelum diakhiri, saya hendak memohon maaf atas segala kekeliruan yang kemungkinan besar dapat pembaca temukan dalam memoar ini.

Kendati kata-kata yang terurai dalam tulisan ini sangatlah panjang. Mudah-mudahan saja pembaca mampu menangkap maksudnya. Aamiin.

Allahu ‘alam bisshawab.

Bumi Allah, Krabi, Kamis 21 Juli 2022.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 4 8 0 7
Total views : 10780
Salam Silaturahmi