Info Terkini
Rabu, 20 Nov 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
15 Mei 2022

Telaah Makna Kosmologi dalam Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Minggu, 15 Mei 2022 Kategori : Qolamunetizen / Sejarah

Sebelum menalaah lebih lanjut tentang makna kosmologi dalam Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, ada baiknya kita berkenalan dulu apasih makna dari kosmologi itu?

Dalam Kamus Filsafat, kata kosmologi secara epistomologi berasal dari Bahasa Yunani cosmo yang memiliki makna yakni, alam semesta. Makna lainnya juga dapat disebutkan bahwa bumi yang tertata dengan peraturan dan bukan yang kacau tanpa aturan. Berdasarkan dua penjelasan tersebut dapat disimpulkan, bahwa kosmologi adalah ilmu yang mempelajari keteraturan alam raya atau studi tentang keteraturan alam semesta beserta struktur dan hukum-hukumnya.

Alam semesta dan benda-benda yang terdapat didalamnya memiliki hubungan yang mencakup integrasi dan relasi antara makrokosmos (jagat besar) dan mikrokosmos (jagat kecil). Pembagian antara mikrokosmos dan makrokosmos ini jika ditinjau memeliki keselarasan dengan pemikiran Ibnu Arabi tentang alam semesta.

Pada kesempatan ini tidak akan mengulas lebih jauh bagaimana pemikiran Ibnu Arabi tentang alam semesta, melainkan hanya akan menukil sedikit konsepnya tentang alam semesta yang berkaitan dengan kosmologi. Alam semesta dalam sudut pandang filsuf Islam Ibnu Arabi eksistensi dan fungsinya adalah sebagai cerminan dan manifestasi seluruh nama dan sifat-sifat Allah. Dalam sebuah arti hadist qudsi yang sangat populer di kalangan sufi dan dijadikan basis konseptualnya dalam memandang hubungan-hubungan kosmologis, yakni:

“Aku pada mulanya adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, maka Kuciptakanlah makhluk dan melalui Aku mereka pun kenal padaKu”

Proses pengenalan diri Allah kepada makhluk dan melalui makhluk ini disebut-sebut oleh banyak ahli kosmologi Islam dengan istilah al-zahir (manifestasi) dan tajalli (pengungkapan diri) Allah, sekaligus untuk menjelaskan hakekat dan realitas Allah. Sehingga hal ini dapat dikatakan dengan melihat segala sesuatu di alam semesta merupakan sarana refleksi dari nama-nama dan sifat-sifat Ilahi. Hal ini dapat terlihat dari integrasi dan relasi antara manusia dengan pencipta melalui sudut pandang kosmologi.

Dalam konsep ini jika ditarik kepada individu manusia adalah sebagai jagat kecil (mikrokosmos) karena manusia tidak terlepas dengan unsur yang ada di dalam alam semesta atau jagat besar (makrokosmos), begitupun sebaliknya, karena manusia dan alam semesta saling keterkaitan dan merupakan satu kesatuan (manunggal).

Penggambaran Kosmologi Jawa Dalam Kasultanan Ngayogyakarta

Kosmos sebagai keseluruhan kesatuan dari jagad atau alam semesta, meliputi berbagai hal yang bersifat dualistik, seperti: baik ataupun buruk, hidup ataupun mati, besar ataupun kecil, dan seterusnya.

Koentjaraningrat dalam buku Kebudayaan Jawa mengatakan bahwa agama Jawa merupakan hasil sinkretis yang lahir dari Islam dan kebudayaan Jawa. Kosmologi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang merupakan kerajaan bercorak Islam dan berbudaya Jawa memiliki corak keduanya yakni agama Islam yang sinkretis dengan budaya Jawa. Kosmologi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dapat dilihat pada kedudukan raja, bangunan dan letak keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, dan penempatan ruang kota pada konsep tribuwana ke pancabuwana.

Kedudukan Raja dan Keraton Sebagai Sebuah Simbol

Kedudukan raja dalam kosmologi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dapat dilihat melalui sejauh mana kerajaan atau suatu negara dengan raja sebagai penguasa mampu menciptakan keharmonisan dan keselarasan dengan jagat raya, baik yang bersifat menguntungakan ataupun merugikan. Oleh karena itu, makmur tidaknya suatu kerajaan tergantung pada kemampuan raja dalam menciptakan keharmonisan antara makrokosmos yang memberikan pengaruh besar terhadap mikrokosmos.

Selanjutnya adalah Keraton. Keraton seiring perkembangannya, pada masa sekarang tidaklah hanya sekedar istana dari sebuah kerajaan saja, melainkan sudah menjelma sebagai pusat orientasi dan pewaris tradisi budaya Jawa. Salah satu hal yang paling penting dan menarik adalah ide ide sinkretismenya. Ide ide sinkretisme ini tertuang dalam simbol-simbol karena simbol merupakan instrumen untuk memacu angan-angan dan renungan. Hal ini termanifestasi dari letak keraton yang bergaris lurus dengan Gunung Merapi dan Laut Selatan juga dapat terlihat dari tata letak perkampungan yang ada disekitar keraton yang merupakan simbolisme dari sebuah makna kehidupan.

Simbolisme dalam budaya Jawa memiliki perananan penting agar sesuatu hal tidak hanya menyentuh batas instrumental saja, tapi dapat masuk ke batas substansial. Agar tak hanya dari sekedar yang nampak tapi merasuk juga kedalam aspek yang tak nampak.

Mengutip Hadist Riwayat Bukhari no. 6227 dan Muslim no. 2841, dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda yang artinya:

“Allah menciptakan Adam dalam bentuk-Nya”

Berdasarkan hadist tersebut dalam sudut pandang Islam juga selaras bahwa dapat disimpulkan hanya manusialah yang mewakili simbol dan citra lengkap realitas Illahi. Bahwa manusia merepresentasikan Sang Pencipta, bukan hanya sekedar dari penggambaran manusia secara raga, melainkan juga manusia sebagai jiwa.

Dari Konsep Tribuwana ke Konsep Pancabuwana

Pemikiran masyarakat Jawa tentang kosmologi Jawa adalah melalui tribuwana. Tribuwana sendiri terdiri dari Guru Loka, Endra Loka, dan Jana Loka. Guru Loka disimbolkan oleh Gunung Merapi yang terletak di bagian utara disebut dengan lor, utama, dan luhur. Endra Loka yang menempati posisi tengah, Endra bermakna raja. Maksudnya adalah raja kehidupan sebagai sebuah rasa sejati yang bersumber dari hati. Jana Loka berarti gambaran kawula, rendah, dan bawah. Dalam penggambaran sederhananya tribuwana ini merupakan penggambaran dari Tuhan-raja-kawula. Dari tribuwana yang syarat akan makna dan filosofi tersebut keraton yang menjadi tempat sentralnya.

Dalam konsep pancabuwana yang merupakan pengembangan dari konsep tribuwana tertuang dalam keblat papat lima pancer “bahwa manusia selalu dilingkupi oleh empat anasir” dengan keraton sebagai pancer (pusat) dari kehidupan. Dalam konsep ini, kedudukan keraton tetap menjadi sentralnya.

Sebagai pancer atau pusat, letak dari keraton Ngayogyakarta Hadiningrat diapit oleh empat anasir mata angin. Keempat anasir dalam pancabuwana dapat dilihat dari posisi keraton yang diapit oleh dua kampung yakni Kampung Pingit (melambangkan kehidupan) dan Kampung Gandalayu (melambangkan kematian), serta dialiri oleh dua sungai yakni Sungai Winanga (mendekat kepada Hyang Winong/kebaikan), dan Sungai Code (melambangkan menjauhi kejelekan). Dalam pemaknaan simbol dualistik sifat yang saling bertentangan disimbolkan oleh Kampung Pingit dan Gandalayu, serta Sungai Winanga dan Code. Makna dari kedua kampung dan kedua sungai tersebut adalah, ada kehidupan (Gandalayu) dan ada kematian (Winaga), ada kebaikan dan ada kejelekan. Dalam hidup manusia juga harus selalu berserah diri sepenuhnya kepada Tuhan (Winanga), selalu menjalankan perintah-Nya dan harus menjauhi larangan-Nya (Code). Konsep ini dapat dikatakan sebagai sebuah simbol dari batas-batas transendensi, karena simbol yang terdapat di dalamnya mempunyai makna yang transenden dan imanen (kepercayaan).

Jika diamati, hal ini yang merupakan hasil dari sinkretis konsep Islam dengan kebudayaan Jawa yang membuahkan kosmologi dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang syarat akan makna kehidupan dalam kearifan orang Jawa. Tidak hanya dari penataan tata kota saja tetapi juga ada makna dan filosofis dibaliknya.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 5 7 7 9
Total views : 12249
Salam Silaturahmi