Sebagaimana sebelumnya saya telah berjanji untuk menuliskan khusus mengenai perjalanan Syariat Puasa.
Pertama-tama saya ingin kembali menegaskan bahwa semua Nabi itu beragama Islam. Sama-sama mendakwahkan tauhid kepada Allah Yang Maha Satu. Dialah Dzat yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Kita semua diwajibkan hanya menyembah dan meminta pertolongan kepada-Nya.
Baik itu Nabi Adam alaihissalam, Nabi Nuh alaihissalam, Nabi Ibrahim alaihissalam, Nabi Musa alaihissalam, Nabi Isa alaihissalam, dan Nabi-Nabi lainnya hingga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam semua beragama Islam dan mendakwahkan tauhid. Hanya saja dari Nabi-Nabi tersebut ada yang berbeda yaitu syariat di setiap masanya. Namun demikian, meski berbeda semunya berasal dari Allah subhanahu wa ta’ala. Para Nabi Allah dituntun setiap sabdanya oleh wahyu.
Allah subhanahu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا يَنطِقُ عَنِ ٱلْهَوَىٰٓ . إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْىٌ يُوحَىٰ
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (Q.S. An-Najm: 3-4)
Kedua, syariat puasa telah ada pada umat-umat terdahulu sebelum umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah: 183)
“Hai orang-orang yg beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu.” Demikian pula Nabi bersabda sebagaimana riwayat Ibnu Abbas dalam riwayat Abu Dawud. Lalu Nabi menejlaskan, “Dahulu orang-orang pada zaman Nabi apabila mereka telah melakukan shalat Isya` haram atas mereka untuk makan dan minum serta bercampur dengan istri. Mereka berpuasa hingga esok hari. Kemudian terdapat seseorang tak dapat menahan hawa nafsunya kemudian ia mencampuri istrinya setelah melakukan salat isya` dan belum berbuka, kemudian Allah ‘azza wajalla hendak menjadikan hal tersebut sebagai kemudahan bagi waktu yang selanjutnya serta sebagai keringanan dan manfaat.
Bagaimana puasa orang-orang terdahulu? Singkatnya puasa-puasa yang hari ini sunah hukumnya bagi kita adalah puasa-puasa orang-orang terdahulu. Puasa Dawud misalnya, yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka. Kemudain ada puasa Asyura, Ayyamul bidh dan lain-lain.
Ketiga, puasa Ramadan disyariatkan secara bertahap oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Puasa umat Nabi Muhammad didahului dengan puasa Asyura dan Ayyamul Bidh yang awalnya berstatus wajib. Hingga turun wahyu Allah Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 184.
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) untuk membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Setelah ayat ini turun puasa Asyura dan Ayyamul Bidh statusnya menjadi sunah.
“Barangsiapa yang ingin berpuasa, maka dia mengerjakannya.” Sabda Nabi dalam riwayat Buhkari dan Muslim. “Dan barangsiapa yang tidak ingin berpuasa, maka mereka meninggalkannya.” Lanjutnya.
Meski puasa Ramadan sudah diwajibkan, namun kewajiban berpuasa masih menjadi pilihan. Orang yang tidak merasa kuat boleh memilih untuk membayar fidyah sebagai gantinya.
Allah kemudian menurunkan Al-Baqarah ayat 185,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)
Begitu ayat ini turun, ketentuan di dalam Al-Baqarah ayat 184 menjadi terhapus. Semua wajib berpuasa tanpa pilihan fidyah.
Pilihan fidyah hanya diberikan kepada orang yang sudah tua renta atau sakit yang sudah tidak diharapkan lagi kesembuhannya. Selain itu boleh mengganti dengan fidyah yaitu ibu hamil atau menyusui yang khawatir dengan dirinya dan bayinya, meski masih terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama. Ada ulama yang mengatakan boleh mengganti dengan fidyah, ada yang harus dengan qadha, dan ada yang harus dengan kedua-duanya.
Adapun bagi orang sakit yang tidak kuat berpuasa atau dilarang dokter namun masih bisa diharapkan sembuh serta orang dalam keadaan safar boleh menggantinya dengan qadha di luar bulan Ramadan.
Pada awal-awal diwajibkannya berpuasa ini, waktu berbuka hanya pada saat terbenam matahari hingga seseorang tertidur. Namun kemudian berubah menjadi waktu terbenam matahari hingga waktu sahur dan kembali berpuasa saat terbit fajar yaitu ketika Allah menurunkan Al-baqarah ayat 187.
Allah ingin memberi kemudahan kepada umat-Nya. Maka patutlah kita bersyukur kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh menjalankan ibadah puasa dan menghidupkan sunah-sunah Nabi di dalamnya.
Sumedang, 5 Ramadan 1443 H
Tinggalkan Komentar