Info Terkini
Rabu, 30 Okt 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
31 Mei 2022

Menapak Jejak Perjalanan Raden Saleh ke Majalengka Tahun 1852 dan 1855

Selasa, 31 Mei 2022 Kategori : Qolamunetizen / Sejarah

Nama Raden Saleh sebagai maestro pelukis Indonesia memang kalah terkenal dari pelukis Indonesia lainnya seperti Affandi ataupun Basuki Abdullah. Pantas saja, karena beliau hidup pada rentang tahun 1800an serta ditambah lagi karya-karya beliau jarang dipamerkan di Indonesia, kebanyakan dipamerkan di luar negeri, membuat orang-orang saat ini kurang terlalu mengetahui nama besar Raden Saleh.

Raden Saleh (Foto dari KITLV)

Menurut Hamid Algadri dalam Dutch Policy Against Islam and Indonesians of Arab Descent in Indonesia (1994), Raden Saleh lahir pada tahun 1807 di Terboyo dekat Semarang. Raden Saleh bernama lengkap Raden Saleh Sjarif Boestaman, berdarah campuran Arab-Jawa ningrat dari sang ayah bernama Sayyid Hoesen bin Alwi bin Awal bin Jahja dan ibu bernama Mas Adjeng Zarip Hoesen anak dari Sayyid Abdoellah Boestaman.[1]

Raden Saleh tinggal di Eropa untuk belajar seni lukis dan menjadi pelukis di sana selama 22 tahun. Para penikmat seni di Eropa sangat menggemari karya-karya Raden Saleh yang terkenal sebagai pelukis aliran naturalis. Raden Saleh juga sering diundang pada saat pertemuan bangsawan Eropa, termasuk bertemu dengan Pangeran Albert (suami Queen Victoria dari Inggris) serta mendapatkan bintang penghargaan Ridder in de Orde van de Elkenkroon oleh Raja Willem II pada 1844. Kemudian, tak kalah membanggakannya lagi, Raden Saleh diangkat sebagai “Pelukis Sang Raja” di Den Haag Belanda.[2]

Pada tahun 1851, Raden Saleh pulang ke Hindia Belanda untuk menikmati masa pensiun dan menjadi konservator pada lembaga pengumpulan koleksi benda-benda seni Hindia Belanda. Momen kepulangan Raden Saleh inilah yang menjadi titik awal catatan perjalanan Raden Saleh mengunjungi kota-kota di Jawa, termasuk Majalengka untuk bertemu dengan pamannya, Aria Panji Kartadiningrat.

Tulisan ini akan menapaki jejak Raden Saleh selama di Majalengka untuk dapat mengetahui gambaran tentang situasi sosial Majalengka pada waktu itu.

Menurut Marie-Odette Scalliet dalam “Le retour du fils Prodige: Raden Saleh a Java 1851-1858”, kepulangan Raden Saleh ke Hindia Belanda melalui kapal Angkatan Laut Kerajaan Belanda bernama kapal Makassar dengan K.W.E. Bergner sebagai kapten kapal. Kapal bertolak dari Rotterdam pada 30 Oktober 1851 dan baru tiba di Jakarta pada 15 Februari 1852.[3]

Raden Saleh menginap bersama Kapten Bergner dan istrinya di Hotel de Nederlanden yang letaknya di Jalan Veteran, hotel ini merupakan hotel terbaik di Batavia kala itu. Besoknya Raden Saleh dipanggil oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk mengadakan upacara parade militer dan upacara tradisional untuk menyambut kepulangan Raden Saleh.[4]

Akan tetapi, upacara besar penyambutan Raden Saleh dibatalkan karena Batavia dilanda banjir. Akhirnya, Raden Saleh hanya diundang ke Istana Bogor untuk menemui Gubernur Jenderal.

Kala itu Gubernur Jenderal, Duymaer van Twist mewasiatkan agar Raden Saleh disediakan rumah di Bogor serta uang pensiun sebanyak 400 Florin India setiap bulan selama tinggal di Hindia Belanda. Van Twist juga sebenarnya masih menaruh curiga terhadap Raden Saleh, karena ditakutkan Ia menjadi tokoh penggerak perlawanan pribumi terhadap Belanda.[5]

Raden Saleh kemudian berencana untuk menemui keluarganya, terutama menemui ibundanya yang usianya sudah mencapai 75 tahun dan belum pernah berjumpa kembali selama 27 tahun. Ibunda Raden Saleh tinggal di Terboyo. Sebelum mengunjungi ibundanya, terlebih dahulu Raden Saleh menemui kerabatnya di Bandung, Sumedang, Majalengka, Tegal, Pekalongan, Terboyo, Rembang, dan Magelang. Inilah kemudian yang menjadi sebuah rute tur Jawa Raden Saleh karena pada saat mengunjungi kota-kota tersebut Raden Saleh banyak membuat catatan penting tentang kehidupan di Jawa pada waktu itu.

Menurut sejarawan Majalengka, Nana Rohmana, ketika Raden Saleh berada di Majalengka selama kurang lebih dua bulan di tahun 1852 (17 April-15 Juni) dan satu tahun antara Januari 1854 hingga Januari 1855. Raden Saleh selama di Majalengka melakukan aktivitas seperti melukis pamannya, membuat desain perencanaan pendopo, serta alun-alun kota. Jejak-jejak peninggalan Raden Saleh juga masih terekam jelas oleh masyarakat Cicurug yang sempat dijadikan tempat pemandian gajah-gajah milik Raden Saleh.[6]

Pada 17 April, iring-iringan Raden Saleh yang termasuk juga Gubernur Jenderal Duymaer van Twist beserta istrinya tiba di Karangsambung, Kecamatan Kadipaten. Masyarakat serta bupati Aria Panji Kartadiningrat sudah menunggu di dermaga perbatasan Sumedang-Majalengka untuk menyambut secara meriah kedatangan Raden Saleh dengan parade pesta dan musik gamelan.[7]

Kartadiningrat memeluk keponakannya tersebut dengan penuh air mata kebahagiaan. Kartadiningrat juga berucap bangga terhadap Raden Saleh yang telah membanggakan dan menaikkan martabat kehormatan trah Bustaman (Kyai Ngabehi Kertabasa Bustam 1681-1759) selama di Eropa.

Raden Saleh juga sangat berterima kasih kepada pamannya tersebut yang pernah mengasuh dan merawatnya ketika masih kecil dan masih susah dulu. Suatu nilai luhur yang dapat kita ambil bahwa eratnya rasa saling tolong menolong dan saling membantu adalah aturan hidup yang perlu diterapkan di masa kini.

Pada saat tinggal di Majalengka, Raden Saleh pernah dimintai oleh pamannya untuk melukis dirinya serta melukis pula istri kedua pamannya tersebut yang bernama Raden Ayu. Kedua lukisan tersebut masih belum bisa ditemukan hingga kini.

Menurut Nana Rohmana, Selain melukis bupati beserta istrinya, Raden Saleh juga diminta untuk membuat desain rancangan alun-alun kota serta pendopo bupati. Tugas tersebut dilaksanakan dengan baik hingga saat ini pattern alun-alun dan pendopo bupati Majalengka adalah rancangan dari Raden Saleh.[8]

Di tahun 1854-1855, Raden Saleh juga sebenarnya kembali tinggal di Majalengka selama satu tahun. Selama itu, Raden Saleh disediakan rumah tinggal oleh pamannya. Pada waktu itulah Raden Saleh membuat rancangan pendopo untuk kantor bupati Majalengka, hingga akhirnya pendopo tersebut rampung di tahun 1855.

Gambar 1. Potret Lobi Pendopo Majalengka di Tahun 1926 Hasil Rancangan Raden Saleh. Sumber: KITLV.

 

Raden Saleh terkenal sebagai pecinta binatang, bahkan selama tur Jawa tersebut turut di bawa juga binatang peliharaannya, salah satunya adalah gajah putih. Tidak disebutkan berapa jumlahnya, namun menurut keterangan Nana Rohmana, jika ada waktu luang Raden Saleh akan angon gajah-gajah tersebut serta memandikannya di sungai ataupun empang-empang milik warga desa Cicurug.[9]

Gambar 2. Sumur Gajah Lokasi Pemandian Gajah Milik Raden Saleh. Sumber: Dokumentasi Pribadi.

Sampai hari ini bekas pemandian gajah-gajah milik Raden Saleh masih ada dengan sebutan “Sumur Gajah” serta terdapat patung gajah putih. Raden Saleh juga membuat gapura besar untuk jalan masuk pemandian gajah miliknya, yang saat ini sudah dibongkar.

Meskipun Raden Saleh tinggal hanya satu tahun di Majalengka, akan tetapi Raden Saleh meninggalkan jasa yang cukup besar bagi Majalengka. Perjalanan Raden Saleh ke Majalengka ini terpatri dalam relief dinding Taman Sejarah Majalengka.

 

 

 

 

Referensi

Algadri, Hamid. Dutch Policy Against Islam and Indonesians of Arab Descent in Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1994.

Courant, Javasche. “Aangekomen Vreemdelingen Te Batavia.” Javasche Courant. Batavia, 1852.

Kraus, Werner. Raden Saleh: Awal Seni Lukis Modern Indonesia. Jakarta: Goethe Institut, 2012.

Scalliet, Marie-Odettee. “Le Retour Du Fils Prodige: Raden Saleh a Java 1851-1858.” Archipel Vol. 76 (2008).

Nana Rohmana. “Kunjungan Raden Saleh ke Majalengka”. Hasil Wawancara Pribadi: 8 Mei 2022. Majalengka.

 

[1] Hamid Algadri, Dutch Policy Against Islam and Indonesians of Arab Descent in Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1994).

[2] Werner Kraus, Raden Saleh: Awal Seni Lukis Modern Indonesia (Jakarta: Goethe Institut, 2012).

[3] Marie-Odettee Scalliet, “Le Retour Du Fils Prodige: Raden Saleh a Java 1851-1858,” Archipel Vol. 76 (2008).

[4] Javasche Courant, “Aangekomen Vreemdelingen Te Batavia,” Javasche Courant (Batavia, 1852).

[5] Ibid.

[6] Nana Rohmana. “Kunjungan Raden Saleh ke Majalengka”. Hasil Wawancara Pribadi: 8 Mei 2022. Majalengka.

[7] Scalliet, “Le Retour Du Fils Prodige: Raden Saleh a Java 1851-1858.”

[8] Nana Rohmana. “Kunjungan Raden Saleh ke Majalengka”. Hasil Wawancara Pribadi: 8 Mei 2022. Majalengka.

[9] Nana Rohmana. “Kunjungan Raden Saleh ke Majalengka”. Hasil Wawancara Pribadi: 8 Mei 2022. Majalengka.

 

Tulisan Lainnya

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 5 5 8 8
Total views : 11896
Salam Silaturahmi