Info Terkini
Sabtu, 27 Jul 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
4 Mei 2022

Islam Yang Progresif dan Membebaskan

Rabu, 4 Mei 2022 Kategori : Politik dan Kebangsaan / Qolamunetizen

Ahmad Dahlan seorang pendiri salah satu organisasi besar di Indonesia pernah berkata bahwa orang Islam yang sejati adalah mereka yang tetap berdiri pada tempat yang benar meskipun keadaan dunia sedang kacau. Artinya Islam dengan segala keberadaannya adalah sebuah pedoman hidup dan bisa membuat pemeluknya menjadi progresif dan berintegritas baik ketika benar-benar dijalankan apa saja yang sudah digariskan oleh Allah SWT.

Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pemaknaan dan pengimplementasian Islam sehingga bisa membuat pemeluknya menjadi progresif. Pertama, Islam harus dimaknai sebagai alat pembebasan bagi pemeluknya. Pembebasan dalam arti melepaskan segala bentuk ketertindasan dan perjuangan mengangkat harkat dan martabat hidup pemeluknya, sehingga luaran yang diharapkan adalah keadilan dan persamaan umat termasuk kemakmuran di dalamnya. Islam adalah sintesis dari berbagai ideologi yang pernah ada di dunia dan gagal mengangkat harkat martabat pemeluknya, contohnya adalah kapitalis yang membuat kesenjangan sosial semakin besar di Indonesia. Islam sebagai sintesis juga tidak mengharapkan segala bentuk yang berhasil diubah dan dibebaskan kembali terulang, seperti kembalinya umat ke masa jahiliyah.

Hasan Hanafi dalam bukunya Kiri Islam (1980) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk sampai pada titik Islam yang progresif dan membebaskan adalah dengan jalan Revolusi Tauhid. Dimana ketika kita dengan benar memahami konsep ketauhidan, maka orientasi hidup tidak akan lagi mengkultuskan hal-hal keduniawian. Dari sini akan timbulah yang namanya cinta, ketika kita sudah meng-esa-kan Allah sebagai Tuhan satu-satunya. Cinta itu kepatuhan, patuh dengan apa yang sudah Allah perintahkan tanpa bertanya imbalan apa yang akan didapatkan. Allah berfirman untuk menyantuni anak yatim, menyisihkan pendapatan karena ada hak orang lain, dan sebagainya. Maka orang yang cinta akan mengikutinya tanpa bertanya untuk apa. Ketundukan dan kepatuhan terhadap yang dicinta akan menimbulkan makna yang luas. Dengan kata lain, kita akan melahirkan sikap yang menegasikan superioritas manusia atas manusia atau keegalitarian Islam.

Kedua, Islam harus bisa menempatkan diri sebagai penyeimbang. Artinya adalah setiap pemeluknya dituntut untuk peka terhadap situasi kekinian. Kita tidak bisa memihak pada yang lemah karena Islam mengajarkan harus berlaku adil. Pada situasi yang menunjukan kebesaran golongan kanan, Islam harus memosisikan diri pada golongan kiri supaya tatanan yang berlangsung tetap kondusif, pun sebaliknya. Salah satu contoh kontemporer yang bisa diteladani dalam khazanah sejarah politik Indonesia adalah ketika Nahdhatul Ulama merapat ke Pemerintah Sukarno sebagai representasi dari A-nya NASAKOM bersama PKI di dalamnya. Ini adalah satu langkah sebagai penyeimbang konstelasi politik pada saat itu supaya PKI tidak terlalu jauh memengaruhi Sukarno sebagai Presiden.

Bung Karno pernah berpesan bahwa hidup ini jangan terlalu mementingkan kulit saja, tidak mementingkan isi. Inilah yang harus dijauhkan dari jiwa-jiwa Islam sekarang. Kalau kata Gus Dur, Islam itu harus ramah bukan Islam marah. Ketika kita mati harus ada karya yang ditinggalkan di bumi, bukan caci maki karena kita telah menghasilkan kegaduhan berujung perpecahan.

1 Komentar

Asep Yayan , Jumat 10 Jun 2022

mantap alhamdulillah

Balas

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 4 8 0 7
Total views : 10780
Salam Silaturahmi