Info Terkini
Rabu, 04 Des 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
4 Juli 2022

Memoar Perjalananku di Thailand (3)

Senin, 4 Juli 2022 Kategori : Founder Way / Naufal A.

Pagi hari pekan ini saya disambut oleh langit mendung yang disusul dengan hujan deras. Padahal, semalam saya sudah antusias untuk melihat murid-murid dan guru-guru di lapangan utama Jazirahpithayanusorn School.

Di tengah langit yang masih mendung, saya dan Rangga bergegas keluar dari ruang kelas yang menjadi tempat tidur menuju toilet pada pukul 06.00 pagi. Kalau bukan karena datangnya guru atau penjaga kantin sekolah, barangkali kami akan sedikit menunda waktu untuk mandi. Namun, karena guru dan penjaga kantin sudah tiba pada pukul 06.00 pagi, dengan agak terpaksa kami pun harus cepat-cepat mandi.

Bersama murid-murid Jazirahpithayanusorn School (Sumber gambar: Dokumen pribadi)

Selepas kami berpakaian rapi, Ustadz Yusuf mengajak kami sarapan lebih dahulu. Seingat saya, jam sudah menunjukkan pukul 07.00 pagi lebih dan hujan deras sudah mengguyur area Jazirahpithayanusorn School. Kami diarahkan ke kantin sekolah untuk menyantap nasi Kabo, nasi khas Thailand yang ditambahi sedikit daging ayam, daun jeruk, dan bihun.

Murid berbaris pagi tadi (Sumber gambar: Dokumen pribadi)

Bagi orang Indonesia yang baru pertama kali mencicipi nasi Kabo mungkin lidahnya akan sedikit “menolak” sebab rasanya agak asam. Selama di sini, saya memakluminya sebab beginilah katanya selera kuliner di Thailand. Selalu didominasi oleh rasa asam, kalau tak asam pastilah pedas. Meskipun agak kurang sesuai di lidah Indonesia, saya selalu berusaha melahap sampai habis makanan-makanan khas Thailand.

Saat kami sarapan di kantin rupanya murid-murid setingkat SD sudah mulai berdatangan. Mereka mengenakan seragam berwarna putih. Untuk murid laki-laki, kebanyakan di antara mereka mengenakan peci warna putih sementara untuk perempuan mengenakan hijab berwarna putih. Saat itu, mereka selalu menatap kami berdua. Dari tatapannya mereka terlihat seperti ingin sekali mengajak kami berbicara tetapi masih malu-malu.

Manakala waktu menunjukkan pukul 08.00 pagi kurang, murid-murid SD tengah berbaris di depan kelas. Kami disilakan oleh Pak Abdul Aziz, seorang guru muda pengajar PAI yang bisa berbahasa Melayu, untuk ikut berbaris juga. Setelah berdiri cukup lama, Ustadz Yusuf mempersilakan Rangga dan saya untuk ta’aruf di hadapan murid-murid SD. Dalam sesi perkenalan ini, saya berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris dan Melayu, dibantu oleh Mrs. Fatimah yang bertindak sebagai penerjemah ke dalam bahasa Thai.

Seiring dengan selesainya aktivitas baris berbaris di depan kelas, kami diarahkan untuk menunggu jadwal pembagian kelas. Setelah jadwal sudah ditentukan, kami diarahkan lagi oleh Pak Abdul Aziz untuk masuk ke sebuah ruangan yang terdapat murid-murid setingkat SMP. Murid-murid itu terdiri atas laki-laki dan perempuan. Semuanya, duduk lesehan di ruang kelas.

Sebuah masjid di dekat Jazirahpithayanusorn School, Pulau Tengoh (Sumber gambar: Dokumen pribadi)

Dalam kesempatan pertama mengajar ini, saya hanya membatasi aktivitas KBM dengan perkenalan diri antara kami sebagai guru dengan murid-murid di kelas. Di kelas ini kami berdua berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris.

Hal yang cukup membuat hati saya miris selama melaksanakan KBM pagi tadi ialah manakala mereka tidak memahami apa yang kami sampaikan. Jangankan dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Melayu pun mereka tidak mengerti. Hanya sedikit murid saja yang mengerti bahasa Melayu, itu pun hanya paham sekitar satu atau dua kosakata Melayu saja. Sementara, mayoritas murid boleh dikatakan tidak bisa berbahasa Melayu. Beruntung, selama di kelas, kami berdua dibantu oleh Pak Abdul Aziz dan dua guru perempuan lain. Sehingga, setiap yang kami sampaikan kepada murid-murid dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Thai.

Aktivitas KBM yang kami lakukan hari ini berakhir pada pukul 10.00 pagi lebih. Setelah itu, di saat hujan deras mengguyur Pulau Tengoh, saya menyempatkan waktu untuk tidur siang sebentar di ruang kelas. Kemudian, bangun pada pukul 13.00 siang untuk menyantap kari ikan yang sudah dihidangkan oleh guru di kantin lalu disambung dengan menunaikan salat Zuhur.

Sejak itulah aktivitas di sekolah ini boleh dikatakan bebas. Untuk mengisi waktu kosong, saya memutuskan untuk pergi keluar komplek sekolah. Kebetulan saat saya keluar, jam sudah menunjukkan pukul 16.00 kurang yang tandanya sudah masuk waktu salat Ashar. Saya pun meniatkan diri untuk pergi ke masjid yang berada di pinggir jalan utama Pulau Tengoh.

Bagi saya masjid yang saya tuju ini adalah masjid pertama yang saya tempati untuk menunaikan salat berjamaah setelah hampir satu pekan berada di Krabi. Sesampainya di masjid, saya menunggu sekitar 1-5 menit untuk menanti iqamah dan jamaah. Saya hanya melihat sedikit sekali jamaah yang menunaikan salat Ashar berjamaah di masjid ini. Selepas salat, saya disapa oleh imam salat menggunakan bahasa Thai. Lantas, saya meresponnya menggunakan bahasa Inggris dan Melayu untuk menjelaskan padanya bahwa saya tidak bisa berbahasa Thai. Salah seorang jamaah yang lain menimpali percakapan di antara kami menggunakan bahasa Melayu. Saya pun dengan spontan menjawabnya, “saya dari Indonesia”, ia pun langsung mengangguk-anggukan kepalanya.

Setelah dialog singkat di masjid itu terjadi, saya lekas berpamitan dengan jamaah lalu sengaja mampir ke sebuah warung yang letaknya masih satu satu jajar dengan masjid tadi. Di sini saya memesan jajanan  ala murid SD di Indonesia yaitu dua buah sosis bakar. Di tempat ini pula saya menuangkan pengalaman yang diperoleh hari ini melalui tulisan. Dengan tiada henti-hentinya, saya selalu berharap semoga uraian yang saya tulis ini bermanfaat bagi pembaca sekalian. Aamiin.

Bumi Allah, di bawah atap warung Pulau Tengoh, Senin 4 Juli 2022.

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 5 8 9 1
Total views : 12416
Salam Silaturahmi