Info Terkini
Sabtu, 27 Jul 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
3 Mei 2022

Bahagianya Berbuka

Selasa, 3 Mei 2022 Kategori : Agus S. Saefullah / Founder Way

Malam itu para sahabat berkumpul di Masjid menunggu kedatangan Rasulullah tercinta untuk memimpin qiyamullail di bulan Ramadan. Sekumpul sahabat tiga malam sebelumnya melakukan salat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Jumlah sahabat di malam itu semakin banyak. Orang-orang saling memberitahu bahwa Rasulullah telah melakukan sebelumnya.

Malam semakin larut, namun sang Nabi tak kunjung datang. Hingga waktu subuh tiba barulah Rasulullah tampak datang mengunjungi masjid.

Amma ba’du, sesungguhnya aku bukannya tidak tahu keberadaan kalian (tadi malam).” Nabi bersabda menghadap para sahabat seba’da shalat fajar. “Akan tetapi aku takut nanti menjadi diwajibkan atas kalian sehingga kalian menjadi keberatan karenanya” Demikian Bukhari meriwayatkan.

Peristiwa itu terjadi pada bulan ramadan tahun kedua hijriah. Serta yang dimaksud dengan salat qiyamullail itu adalah salat tarawih.

Sebuah hadits yang disandarkan kepada Nu’man bin Basyir, Radhiyallahu anhu bahwa ia berkata: “Kami melaksanakan qiyamul lail (tarawih) bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam 23 bulan Ramadhan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau pada malam 25 Ramadhan (berakhir) sampai separoh malam. Kemudian beliau memimpin lagi pada malam 27 Ramadhan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” Diriwayatkan oleh Nasa’i, Ahmad, Al Hakim. Shahih.

Kemudian hadits dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat dengan kami pada bulan Ramadhan 8 raka’at dan witir. Ketika malam berikutnya, kami berkumpul di masjid dengan harapan beliau shalat dengan kami. Maka kami terus berada di masjid hingga pagi, kemudian kami masuk bertanya, “Ya Rasulullah, tadi malam kami berkumpul di masjid, berharap anda shalat bersama kami,” maka beliau bersabda, “Sesungguhnya aku khawatir diwajibkan atas kalian. “ Diriwayatkan oleh Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Huzaimah.

Muncul pertanyaan, “bagaimana kita bisa melaksakan salat tarawih berjamaah sebulan penuh sementara Nabi tidak melakukannya? Apakah tidak menyalahi sunah?”

Para ulama ahli hadits membagi sunah itu ke dalam empat bagian.

Pertama Sunah Qauliyah yaitu sunah Nabi yang berasal dari ucapan berupa perintah baik yang hukumnya fardlu maupun mandub. Pada teks hadits yang memuat sunah qauliyah Rasulullah mengucapkan langsung matan (isi) haditsnya.

Misalnya hadits dari sahabat Abu Dzar Radhiyallahu anhu berikut,

 مَنْ قَامَ مَعَ اْلإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَة

 “Barang siapa qiyamul lail bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya (pahala) qiyam satu malam (penuh).”  Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i, dan lain-lain

Kedua Sunah Filiyah yaitu sunah Nabi yang berasal dari sesuatu yang dilakukan oleh Nabi dan diberitakan oleh para sahabat yang melihatnya. Pada teks hadits yang memuat sunah fi’liyah matan (isi) haditsnya adalah ucapan sahabat dalam memberitakan apa yang dilakukan oleh Nabi.

Hadits dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berikut sebagai contohnya,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ فِيهِ بِعَزِيمَةٍ …

Dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anh Rasulullah gemar menghidupkan bulan Ramadhan dengan anjuran yang tidak keras. …” Riwayat Muslim.

Ketiga Sunah Taqiririyah yaitu sesuatu yang dilakukan oleh seorang sahabat atau sekelompok sahabat, diketahui oleh Nabi namun tidak melarangnya. Artinya perbuatan itu ditetapkannya sebagai sunah.

Contohnya hadits berikut,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – قَالَ لِبِلاَلٍ: «يَا بِلاَلُ، حَدِّثْنِي بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي الإِسْلاَمِ، فَإنِّي سَمِعْتُ دَفَّ نَعْلَيْكَ بَيْنَ يَدَيَّ في الجَنَّةِ» قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلًا أَرْجَى عِنْدِي مِنْ أَنِّي لَمْ أَتَطَهَّرْ طُهُوْرًا فِي سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطُّهُورِ مَا كُتِبَ لِي أَنْ أُصَلِّ.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Bilal, “Wahai Bilal, ceritakanlah kepadaku tentang satu amalan yang engkau lakukan di dalam Islam yang paling engkau harapkan pahalanya, karena aku mendengar suara kedua sandalmu di surga.” Bilal menjawab,Tidak ada amal yang aku lakukan yang paling aku harapkan pahalanya daripada aku bersuci pada waktu malam atau siang pasti aku melakukan shalat dengan wudhu tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan untukku.” Riwayat Bukhari dan Muslim.

Keempat Sunah Hammiyah yaitu sesuatu yang diinginkan oleh Nabi untuk dilakukan namun ditaqdirkan Rasulullah terlebih dahulu wafat sebelum sempat untuk melakukannya. Keinginan itu menjadi Sunah apabila dilakukan.

Diantara Sunah Hammiyah yatu sunah puasa Tatsu’a (tanggal 9 muharram) dalam hadits berikut,

صَامَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ الهِع صَلَّى الهُت عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan berpuasa. Para shahabat berkata:”Ya Rasulullah, sesungguhnya hari itu diagungkan oleh Yahudi.” Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di tahun depan insya Allah kita akan berpuasa pada tanggal sembilan.”, tetapi sebelum datang tahun depan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat.” Demikian diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Thabari dan Baihaqi.

Lalu bagaimana posisi salat berjamaah tarawih sebulan penuh? Salat tarawihnya secara berjamaah sendiri merupakan sunah qauliyah sekaligus sunah fi’liyah. Rasul memerintahkan juga rasul melakukan. Sementara itu ketika malam-malam selanjutnya Rasulullah tidak berjamaah tarawih ke masjid beberapa sahabat melakukan salat tarawih di masjid dengan munfarid dan berjamaah berkelompok-kelompok. Adapun Rasul mengetahui dan tidak melarangnya maka ini termasuk sunah taqririyah.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا النَّاسُ فِي رَمَضَانَ يُصَلُّونَ فِي نَاحِيَةِ الْمَسْجِدِ فَقَالَ مَا هَؤُلَاءِ ؟ فَقِيلَ: هَؤُلَاءِ نَاسٌ لَيْسَ مَعَهُمْ قُرْآنٌ وَأُبَيُّ بْنُ كَعْبٍ يُصَلِّي وَهُمْ يُصَلُّونَ بِصَلَاتِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصَابُوا وَنِعْمَ مَا صَنَعُوا

 “Dari Abi Hurairah radliyallahu ‘anh, beliau berkata: ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar dan melihat banyak orang yang melakukan shalat di bulan Ramadhan (tarawih) di sudut masjid. Beliau bertanya, ‘Siapa mereka?’ Kemudian dijawab, ‘Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai Al-Qur’an (tidak bisa menghafal atau tidak hafal Al-Qur’an). Dan sahabat Ubay bin Ka’ab pun shalat mengimami mereka, lalu Nabi berkata, ‘Mereka itu benar, dan sebaik-baik perbuatan adalah yang mereka lakukan.” Riwayat Abu Dawud.

Sementara itu pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, beliau menyatukan kelompok-kelompok berjamaah itu dalam satu kepemimpinan salat. Umar menunjuk Ubay bin Ka’ab untuk menjadi imam.

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيِّ أَنَّهُ قَالَ: خَرَجْتُ مَعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ لَيْلَةً فِي رَمَضَانَ إِلَى الْمَسْجِدِ فَإِذَا النَّاسُ أَوْزَاعٌ مُتَفَرِّقُونَ يُصَلِّي الرَّجُلُ لِنَفْسِهِ وَيُصَلِّي الرَّجُلُ فَيُصَلِّي بِصَلَاتِهِ الرَّهْطُ فَقَالَ عُمَرُ إِنِّي أَرَى لَوْ جَمَعْتُ هَؤُلَاءِ عَلَى قَارِئٍ وَاحِدٍ لَكَانَ أَمْثَلَ ثُمَّ عَزَمَ فَجَمَعَهُمْ عَلَى أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ ثُمَّ خَرَجْتُ مَعَهُ لَيْلَةً أُخْرَى وَالنَّاسُ يُصَلُّونَ بِصَلاَةِ قَارِئِهِمْ قَالَ عُمَرُ نِعْمَ الْبِدْعَةُ هَذِهِ

Dari ‘Abdirrahman bin ‘Abdil Qari’, beliau berkata: ‘Aku keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu ‘anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah. Lalu Sayyidina Umar berkata: ‘Aku punya pendapat andai mereka aku kumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus.” Lalu beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah),” Riwayat Bukhari.

Sejak saat itu salat tarawih dilakukan secara berjam’ah di masjid namun hukumnya tidak sampai menjadi wajib. Apa yang dilakukan oleh Umar adalah juga bagian dari Sunah.

Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rasyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Sabda Nabi sebagaimana diungkapkan oleh sahabat Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. “Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian” Demikian Abu Dawud, Tirmdzi dan Ibnu Majah merwiayatkan.

Sumedang, 20 Ramadan 1443 H

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 4 8 0 7
Total views : 10780
Salam Silaturahmi