Pernah viral video pendek pada akhir 2018 yang menunjukkan sekelompok siswa SMK membuli seorang guru dengan (seakan) mengeroyok dan menendangnya di dalam kelas. Meskipun kemudian diakui kejadian itu hanya candaan yang dipicu oleh tindakan lempar kertas yang mengenai sang guru. Kepala sekolah yang ada di bawah naungan salah ormas keagamaan mengakui bahwa candaan itu sudah berlebihan sehingga sekolah perlu memanggil orang tua siswa.
Berita di atas menunjukkan sebuah fenomena adanya persoalan adab dalam proses pembelajaran atau pendidikan. Ketika peristiwa tersebut selalu berulang bahkan banyak yang lebih ekstrim dari sekedar candaan bahkan pidana, menunjukkan bahwa kasus adab khususnya dari murid trerhadap guru sudah berubah menjadi krisis. Sekolah dan lembaga pendidikan tidak lagi menjadi tempat pembinaan dan penerapan akhlak dan adab terpuji. Dengan kata lain penerapan adab dan akhlak di sekolah justru menjadi sulit. Aneh bukan?
Bagaimana mengurai persoalan tersebut? Tidak bisa tidak bahwa adab dan akhlak itu harus diajarkan. Artinya harus dimulai dari guru yang memberikan keteladanan kepada murid. Selanjutkan adab murid terhadap guru pun harus diajarkan dan diterangkan dengan sebaik-baiknya sehingga meresap ke dalam pikiran dan hati murid. Ajaran adab dan akhlak yang diterima oleh kesadaran murid akan diterapkan juga dengan sepenuh hati sebagai sebuah kewajiban yang semestinya.
Bagian berikut adalah nukilan adab murid terhadap guru dari kitab Hilyah Thalib Al-Ilmi karya Syaikh Bakr Abu Zaid (w. 1429 H/2008 M) seorang ulama kelahiran Riyadh Saudi Arabia. Dalam pasal ketiga memuat uraian adab murid kepada guru. Dalam uraiannya, pertama, Syaikh Bakr menempatkan menjaga kehormatan guru sebagai bahasan pertama. Artinya posisi, status, dan peran guru sangatlah mulia dan penting. Sikap menjaga kehormatan guru pastinya untuk meraih tujuan keberkahan dalam belajar dan tersampaikannya ilmu dengan baik.
Syaikh Bakr menulis, “Pada dasarnya mengambil ilmu itu pertama kali bukanlah dari buku, tetapi harus diambil dari guru yang engkau percaya memiliki kunci-kunci pembuka ilmu, agar engkau terbebas dari bahaya ketergelinciran. Oleh karenanya, engkau harus menjaga kehormatan gurumu, karena itu adalah tanda keberhasilan, kemenangan, pencapaian ilmu, dan kesuksesan.”
Perbuatan murid saling melempar kertas saat belajar, mempermainkan guru dalam kelas, jelas jauh dari sikap menjaga kehormatan guru. Syaikh Bakr menerangkan, “Berkomitmenlah untuk menghargai majelis ilmu, serta menampakkan rasa gembira terhadap pelajaran dan pengambilan faidahnya.”
Kedua, Syaikh Bakr mengingatkan para murid bahwa modal utama para murid adalah dari gurunya. Maksudnya, “Modal murid dari gurunya adalah meneladani akhlaknya yang baik dan sifatnya yang mulia. Adapun pengambilan dan penerimaan ilmu darinya itu hanyalah keuntungan tambahan.” Dari pernyataan Syaikh Bakr kita bisa memahami bahwa asalnya murid ‘tidak memiliki ilmu apa-apa’ hanya dengan meneladani akhlak dan sifat yang baik dari guru, murid akan mendapatkan kemudahan menyerap dan memahami ilmu dan pengajaran dari guru. Meskipun begitu, Syakh Bakr memberi peringatan para murid supaya berhati-hati untuk tidak meniru-niru suara, nada bicara, gaya berjalan, gerakan, dan penampilan guru.
Ketiga, semangat guru dalam mengajar. Mungkin hal ini yang jarang diketahui para murid bahwa semangat guru dalam memberikan pelajaran akan menyesuaikan dengan kadar kemampuan murid dalam mendengarkan dan berkonsentrasi. Syaikh Bakr menekankan, “Waspadalah hal-hal yang menjadi sarana terputusnya ilmu, seperti malas, lemah, bersandar, serta buyar, dan kurangnya konsentrasi.”
Sangat jelas bahwa proses belajar yang efektif dan berhasil datang juga dari kesiapan mental dan fisik murid untuk menerima pelajaran. Murid yang bersemangat dan antusias akan mendapatkan banyak ilmu, sementara yang malas akan mendapatkan sedikit bahkan bisa jadi tidak. Segala macam persoalan hubungan murid dan guru dalam peristiwa-peristiwa akhir ini menyiratkan bahwa secara mental murid tidak paham kenapa harus belajar (baca: kenapa harus bersekolah). Dan selama sekian lama bersekolah juga tidak mendapatkan jawaban kenapa harus bersekolah apalagi mendapatkan ilmu bagaimana bisa belajar menyenangkan dan berkonsentrasi dalam pelajaran.
Ada kutipan yang relevan dari Al-Khatib Al-Baghdadi yang dikutip Syaikh Bakr, “Haknya ilmu hendaknya tidak diberikan kecuali kepada orang yang mencarinya dan tidak disodorkan kecuali kepada orang yang menginginkannya…”. Saya jadi bertanya-tanya, jika pendidikan tidak bisa memperbaiki akhlak, lalu kenapa pembelajaran tetap dilanjutkan? Murid-murid menjauh dari akhlak terpuji sementara ilmu tidak juga mendekat.
Keempat. Menulis perkataan guru saat pelajaran. Salah satu kesungguhan murid menyimak ilmu dan pelajaran dari guru adalah dengan mencatat pelajaran yang diberikan guru. Karena berbeda antara satu guru dengan lainnya, Syaikh Bakr mengingatkan para murid tentang adab dan syaratnya. Adabnya yaitu murid hendaknya memberitahu gurunya bahwa ia akan mencatat apa yang diberikan sebagai pengingat. Sementara syaratnya yaitu murid menulis dari mendengarkan ucapan gurunya pada saat pelajaran berlangsung.
Referensi:
Buku:
Syaikh Bakr Abu Zaid. 2020. Al-Hilyah Thalib Al-‘Ilmi. dalam Ensiklopedia Adab Penuntut Ilmu Kompilasi Kitab-kitab Adab Penunut Ilmu Terbaik Sepanjang Zaman (Penerjemah Ibnu Handoyo, dkk.) Pustaka Arafah: Solo. Hal 635-643.
Media online:
Viral guru di-bully murid-muridnya di Kendal, ini kata kepsek. Pranala berita: https://news.detik.com/berita-jawa-tengah/d-4297091/viral-guru-di-bully-murid-muridnya-di-kendal-ini-kata-kepsek
Penulis : Sugeng Praptono