Perang Yamamah yang terjadi pada tahun 632 M cukup menyisakan banyak luka. Kendati berhasil menang atas Musailamah Al-Kadzab, pasukan perang Khalifah Abu Bakar Ashidiq radhiyallahu anhu ini harus kehilangan banyak syuhada yang rata-rata adalah para penghafal Al-Qur’an.
Syaikh Al-Baladzuri dalam “Futuhul Buldan” menyebutkan bahwa pasukan Abu Bakar yang dipimpin oleh tiga perwiara utama yaitu Ikrimah bin Abi Jahal, Syarhabil bin Hasanah dan Khalid bin Al-Walid harus kehilangan 1200 pasukan dan 70 diantaranya adalah para penghafal Al-Qur’an. Sementara musuh yang dipimpin oleh Musailamah sendiri kehilangan 20.000 pasukan.
Atas dasar itulah Abu Bakar melakukan kebijakan kodifikasi Al-Qur’an, berusaha mengumpulkan dan mewujudkannya dalam sebuah mushaf. Usaha ini sebetulnya sudah dilakukan sejak zaman Nabi, namun Allah mentakdirkan belum selesai dan tugas itu diteruskan oleh Abu Bakar sebagai penggantinya. Kemudian diteruskan oleh Umar bin Khattab dan akhirnya selesai secara sempurna pada masa Utsman bin Affan radhuyallahu ‘anhum.
Orang yang pertama diperuntahkan oleh Abu Bakar dalam tugas mulia ini adalah Zaid bin Tsabit. Seorang anak muda yang masuk Islam di permulaan (assabiqunal awwalun).
Pemuda cerdas ini diangkat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai sekretarisnya. Selama perjalanan menemani Rasulullah, Zaid bin Tsabit begitu banyak melihat peristiwa-perustiwa turunnya wahyu kepada Rasulullah. Kapabilitas Zaid bin Tasbit inilah yang membuat kebijakan Abu Bakar dianggap sangat tepat mengangkatnya sebagai ketua panitia dalam proses kodifikasi Al-Qur’an ini.
Meski kodifikasi Al-Qur’an dilakukan oleh para Khalifah, namun keberadaan para penghafal Al-Qur’an tetap dijaga. Keberadaan mushaf tidak menggantikan kemuliaan orang-orang yang menghafal Al-Qur’an. Mereka adalah orang-orang istimewa diantara umat Islam. Mereka adalah manifestasi dari penjaminan Allah terhadap keterjagaan Al-Qur’an.
”Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Alquran dan Kami pula yang menjaganya.” (Q.S. Al-Hijr: 9)
Ada tujuh sahabat yang menjadi pelopor penghafal Al-Qur’an yaitu Abu Musa Al-Asy’ari, Abu Darda, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab. Di kemudian hari para sahabat yang lainnya mengikuti menghafal dan mengajarkan kepada negeri-negeri sekitar sehingga lahirlah para penghafal-penghafal Al-Qur’an dari kalangan tabi’in murid-murid para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Betapa terharunya hati Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berucap kepada Ubay bin Ka’ab dalam riwayat At-Tirmidzi,
“Allah SWT telah memerintahkan kepadaku supaya membacakan seluruh isi al-Quran kepadamu”. Ubay berkata: ” wahai rasulullah, adakah Allah telah menyebutku dengan memanggil namaku? “.
Rasulullah menjawab: ” Ya benar, Allah subhanahu wa ta’ala telah menyebut engkau dengan memanggil namamu “. Jawaban rasulullah hal ini membuat dirinya terharu.
Mulianya kedudukan mereka yang menghafal Al-Qur’an hingga Allah menempatkannya pada tempat yang tinggi dalam surga dan ridha-Nya.
“Akan dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) al-Qur’an nanti. Kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, “Bacalah dan teruslah naikki tanggamu serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya! Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” Demikian Abu Dawud meriwayatkan.
Sumedang, 16 Ramadan 1443 H
Tinggalkan Komentar