Secara kasat mata lebaran identik dengan mudik dan silaturahmi. Aktivitas menyita perhatian berita media massa maupun elektronik. Tak luput jagat media sosial sibuk mengabarkan dua agenda ini. Tradisi ke-Indonesia-an pada setiap tahun hari lebaran.
Pada sisi keagamaan Islam lebaran atau Idul Fitri adalah sebuah hadiah. Itu bagi yang selesai menjalankan ibadah Ramadan, dengan puasa sebagai agenda utama. Wajib, bagi yang tiada terhalang uzur syariat Islam.
Zakat fitrah penanda hendak bersiap lebaran. Itu harus dijalankan sebelum lebaran hingga detik akhir pada saat hari raya Idul Fitri. Bagi yang hendak melewatkan waktu utama, silakan laksanakan setelah salat Idul Fitri. Semestinya tiada berlebaran bagi yang meninggalkan kewajiban ini, selain puasa Ramadan.
Ada kegiatan belanja konsumtif yang besar saat lebaran. Ini apabila dikaitkan dengan kegiatan ekonomi. Belanja ini seperti menafikan dua kewajiban di atas. Tidak sedikit yang pengeluaran belanja lebaran jauh lebih besar daripada belanja untuk puasa dan zakat fitrah. So, what’s wrong?
Transportasi akan menjadi aktivitas paling sibuk. Antrian kendaraan, berebut tiket kendaraan umum, jamak terjadi. Pun ini karena ingin bertemu dengan lebaran. “Kalau tidak bersama keluarga di kampung lebarannya tidak afdol.” Kata seorang pemudik.
“Ya, harus pulang kampung, mas. Itu wajib bagi saya.” Pemudik lain yang tidak mau mengalah.
Karena kebutuhan ekonomi yang meningkat saat lebaran,.pemerintah memberikan THR(Tunjangan Hari Raya)kepada pegawainya. Pun perusahaan diwajibkan memberikan THR kepada para karyawannya. Bahkan jika terlewatkan sang THR ini, pemilik perusahaan harus siap menerima sanksi. Memang lebaran harus begitu?
Ada sebagian orang yang tidak bisa menikmati lebaran seperti yang lainnya. Mereka bagai orang-orang yang dilupakan. Mereka masih harus bekerja saat yang lain merayakan kegembiraan lebaran. Entah berapa pahala yang mereka terima karena rela hati untuk tetap bekerja. Bahkan tugas mereka memperlancar agenda lebaran orang banyak.
Polisi dan petugas lalu lintas harus merelakan diri untuk tidak berlebaran. Yup, mereka ini berperan sentral atas lancarnya arus mudik. Ratusan ribu, bahkan jutaan orang melakukan perjalanan untuk berlebaran.
Petugas medis harus tetap setia pada pekerjaannya. Ini karena orang sakit dan kecelakaan tidak bisa direncanakan. Ia dapat datang kapan saja dan terjadi pada siapa saja. Mereka harus siap sedia entah lebaran maupun tidak.
Masinis kereta api, entah sudah berapa kali tidak bisa bertemu keluarga di hari bergembira. Linear dengan mereka adalah sopir bus, nahkoda dan ABK kapal penumpang angkutan lebaran. Entah cara seperti apa untuk dapat berempati pada pekerjaan yang telah mereka lakukan. Mudah-mudahan mereka ikhlas saja.
Kesyukuran pelandai segala kegelisahan. Itu sepaket dalam keikhlasan berbareng dengan kesabaran. Jika ada keikhlasan tertanam dalam diri seseorang, sejatinya ia telah merasakan surga. Akan ada kewaspadaan, ketenangan sebagaimana banyak dicari orang dengan uang. Atau kebahagian yang bersifat subyektif, ada dalam keikhlasan.
Singam Raya, Katingan, Kalteng. 05/05/2022
Tinggalkan Komentar