Mempertemukan Kepentingan-Kepentingan
Oleh; Agus Susilo Saefullah
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal” (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Jauh sebelum mengikuti kelas Pak Cah, saya secara pribadi mengenal beliau sebagai pakar cinta. Orang mungkin mengenalnya sebagai praktisi kerumahtanggaan, parenting dan keluarga. Tetapi saya cenderung mengenalnya sebagai pakar cinta, karena cinta yang tumbuh sejak pandangan pertama lalu menikah, berumah tangga punya anak cucu hingga meninggal harus selalu tumbuh dan terus bermekaran layaknya bunga-bunga. Jika layu tumbuh lagi bunga-bunga yang segar. Begitulah Pak Cah mengajari kita tentang cinta, cinta sepanjang masa.
Salah satu kitab cinta yang ditulisnya adalah buku yang berjudul “Di Jalan Dakwah Aku Menikah”. Buku ini 100% layak untuk anda miliki. Sampai hari ini sudah beranak dua, saya tidak pernah berhenti baca buku ini. Banyak hal yang tidak saya sadari dalam urusan rumah tangga hingga saya menemukannya dalam buku ini.
Pertama, suami dan istri harus selalu saling mengapresiasi.
Pada tanggal 23 Desember 2019 Pak Cah meraih penghargaan berupa “Pin Emas Pegiat Ketahanan Keluarga 2019″ dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X. Tentu saja ini bukan penghargaan pertama untuk beliau. Sudah ada puluhan dan ratusan penghargaan yang beliau terima baik sebagai pakar cinta maupun pakar menulis. Tetapi bagi saya yang sangat menarik dari beliau adalah ketika beliau mendapatkan penghargaan atau apresiasi dari istrinya sendiri yaitu Umi Ida Nurlaila. Salah satu penghargaan terpenting dalam dunia tulis menulis buku adalah kesediaan orang penting untuk menjadi pengantar dalam buku yang kita tulis. Ketika Pak Cah menulis buku “Di Jalan Dakwah Aku Menikah” orang penting itu adalah Umi Ida Nurlaila, istri tecintanya. Dalam bentuk uswah, Pak Cah menempatkan Umi Ida sebagai orang yang super penting dalam hidupnya, dan Umi Ida megajarkan kita tentang bagaimana pentingnya suami istri saling mengapresiasi.
Kedua, pernikahan itu mempertemukan kepentingan-kepentingan.
Setiap insan yang menikah pasti memiliki banyak perbedaan. Hal itu membuat pernikahan akan selalu bergerak dan bertumbuh dengan dinamika. Kurang-kurang pandai mengelola dinamika ini bisamenimbulkan perselisihan yang berujung pada pertengkaran bahkan perceraian. Kalau sudah cerai banyak yang dikorbankan, terutama anak-anak. Dalam pengantar buku “Di Jalan Dakwah Aku Menikah” Umi Ida menjelaskan bahwa pernikahan adalah peristiwa fitrah, fiqhiyah, dakwah, tarbiyah, sosial dan budaya yang semuanya harus dipertemukan secara seimbang. Tidak boleh ada salah satu kepentingan yang mendominasi sehingga pernikahan tidak terkesan seperti penjajahan kaum laki-laki kepda kaum perempuan. Mungkin juga sebaliknya. Mencoba untuk memperaktikan nasehat Umi Ida ini saya dan keluarga saling memebri waktu untukmengenal satu sama lain, sabar dan mudah-mudah memaafkan. Berkomunikasi dua arah dalam urusan-urusan dan yag paling pasti saling mengapresiasi. Dalam pengantarnya tersebut Umi Ida mengutip ayat Al-Quran yang berbunyi “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal” (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Ketiga, menciptakan kemesraan dalam perjuangan dakwah.
Dakwah itu kelihatannya menderita. Ada Nabi yang harus dilempar batu ketiak berdakwha di Thaif, ada Imam Ahmad yang tekena cambukan penguasa saat mempertahankan kedudukan Al-Qur’an, ada Buya Hamka yang terpenjara, ada Buya Natsir yang berjas tambal-tambal saat berjuang mempertahankan kemerdekaan. Tetapi semua penderitaaan hanyalah sawangan mata saja. Jika hati yang menatapnya dengan tatapan yang seksama maka akan terpancar keindahan dan kebahagiaan. Salah satu alasannya adalah karena mereka menciptakan kemesraan dalam perjuangan dakwah. Menikah haruslah saling menguatkan. Menguatkan fisik juga menguatkan hati. Suami istri punya peranan di sini.Pak Cah dan Umi lagi-lagi menjadi Uswah dalam menciptakan kemesraan dan perjuangan dakwah.
Keempat, menebarkan inspirasi.
“Sungguh, manusia itu semuanya merugi.” Kata Allah dalam Firmannya pada Quran Surat Al-Ashr. “Kecuali mereka yang beriman, beramal shalih dan saling berwasiat dalam Al-Haq dan kesabaran.” Rumah tangga yang ideal bukan hanya rumah tangga yang menciptakan bahagia untuk anggota keluarganya sendiri. Rumah tangga yang ideal juga harus hadir menginsiprasi bagi setiap manusia yang bermadu kasih dengan halal. Atas dasar keimanan dan terus melanggengkan amal shalih, dalam konteks kerumahtanggaan Pak Cah dan Umi Ida juga terus tanpa lelah berwasiat pada Al-Haq dan Kesabaran. Menebarkan cinta mereka untuk menginspirasi.
Kami mencintaimu Pak Cah dan Umi. Semoga surga bagi gurunda berdua juga kami murid-muridmu.