Islam sebagai agama misi, tentu menuntut para penganutnya untuk proaktif menyebarkan misi Islam yaitu sebagai agama rahmatan lil alamin.
Sebagai seorang Muslim, harus siap untuk menjadi pengemban misi mulia ini ke seluruh pelosok dan penjuru dunia.
Apakah mungkin saat ini masih ada wilayah yang belum tersentuh dakwah, apalagi di era digital saat ini rasanya tidak mungkin.
Dakwah hari ini lalu lalang memenuhi beranda pengguna gadget. Pertanyaan ini akan terjawab dengan data “saat ini angka penetrasi internet global mencapai 59,5 persen per Januari 2021,” liputan6.com. Dengan demikian ada sekitar 40,5 persen yang belum tersentuh aktivitas internet.
Faktor utamanya adalah terkendala secara teknis, di antaranya medan yang tidak memungkinkan pemasangan perangkat serta sarana dan prasarana penunjang yang memerlukan biaya sangat tinggi.
Melihat peta penyebaran informasi yang relatif belum merata, artinya masih terbuka lebar peluang dakwah pelosok dengan cara natural atau pendekatan klasik yaitu mendatangi objek dakwah ke tempat tinggal mereka secara langsung.
Kendati hukum asal berdakwah pelosok adalah fardu kifayah (kewajiban yang bersifat perwakilan), namun bisa menjadi fardu ‘ain (kewajiban pribadi) jika pelaku dakwah lebih memungkinkan situasi dan kondisinya terkait masalah jarak dengan objek dakwah tersebut.
Motivasi untuk menyebarkan ajaran Islam ini memang sangatlah kuat, ada satu hadis dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash bahwasanya Nabi Saw. bersabda: “Sampaikanlah dariku walau satu ayat,” Hr. Bukhari.
Hadis ini memberi sinyal bahwa setiap Muslim memiliki kewajiban untuk menyampaikan apa yang telah dia dengar, dalam hal ini tentang urusan agama.
Bahkan bukan dalam ranah perkataan Nabi saw. Saja, lebih luas lagi meliputi pekerjaan Nabi saw. serta persetujuannya, merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran.
Kemudian Rasulullah Saw. pun melanjutkan sabda nya, “Terkadang orang yang disampaikan ilmu itu lebih paham dari yang mendengar secara langsung. Dan kadang pula orang yang membawa ilmu bukanlah orang yang faqih (bagus dalam pemahaman).”
Dalam memaknai hadis ini, kita pun semakin jelas bahwa sedikit ilmu yang kita terima tidak menjadi penghalang untuk kita menyampaikannya. Jangan menunggu kita menjadi seorang ahli karena bisa jadi apa yang kita sampaikan lebih dipahami oleh pendengar kita daripada kita sendiri.
Tentu apa yang kita sampaikan harus sesuai dengan apa yang kita dengar, jangan ditambah jangan pula dikurangi. Karena Islam tak akan sempurna bila dikurangi dan tak akan sempurna jika pun ditambahi. Sejatinya Islam adalah aturan yang sudah sempurna.
Rasulullah Saw. lebih menegaskan lagi dengan sabdanya, “Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir,” Hr. Bukhari. Sabda Nabi Saw. ini menggambarkan bahwa tempo dulu para sahabat pun tidak semuanya hadir dalam majelis Nabi saw.
Kita tahu bahwa penduduk Madinah (kaum Anshor) kebanyakan mereka adalah petani, sementara kaum Muhajirin yang biasa berdagang melanjutkan kebiasaan mereka dalam perdagangannya.
Madinah sebagai wilayah kekuasaan kaum Muslimin memiliki peran yang sangat penting, Nabi saw. mempersiapkan para sahabatnya sebagai kader-kader pelanjut perjuangan dakwah beliau Saw.
Tahun-tahun pertama Hijrah merupakan tahun penuh dengan persiapan bahkan kota Madinah dijadikannya sebagai benteng pertahanan dari serangan kaum kafir Quraisy yang masih menyimpan dendam terhadap Nabi dan sahabatnya.
Peperangan demi peperangan, mengharuskan Nabi saw dan para sahabatnya mempersiapkan kekuatan fisik dan merekrut para sahabat sebagai mujahidin jika sewaktu-waktu jihad fisik diperlukan.
Dengan sebab itu, banyak di kalangan sahabat yang melakukan ribath (berjaga) dan berbagai ekspedisi ke pelosok jazirah arab. Hal demikian menjadi penyebab tertundanya berbagai informasi dari Nabi Saw.
Dalam Q.S. At-Taubah ayat 122, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya jika mereka telah kembali agar mereka dapat menjaga dirinya.”
Peringatan dari Allah ini menunjukkan betapa pentingnya penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan dengan ilmu syariat.
Bagaimana mungkin umat Islam akan menjalankan agamanya dengan benar, jika pengetahuan terhadap aturan syariatnya pun tidak memadai.
Mempersiapkan kader ulama menjadi satu hal yang mendesak, karena dengan sumber daya ulama yang mumpuni Islam akan terus tegak terjaga oleh ilmu.
Para sahabat inilah, kelak secara turun temurun menyampaikan ilmu kepada para muridnya sampai ke tangan kita hari ini.
Estafeta keilmuan ini sangat penting guna tersebarnya hukum Islam ke penjuru dunia. Tanggung jawab penyebaran ini sampailah ke generasi masa kini. Artinya tak ada beda tablig di zaman salaf ash-shalih dengan tablig kita hari ini.
Tugas mulia ini harus tetap dijalankan sampai kapan pun hingga akhir zaman, dengan harapan semua umat manusia merasakan rahmat-Nya, karena memang Islam disebar untuk memberi rahmat ke seluruh alam.
Masyarakat yang tersebar di pelosok-pelosok pegunungan, pesisir pantai dan semisalnya yang ada di negeri kita Indonesia tercinta, kemungkinan besar belum terjamah dakwah Islam atau masih memerlukan pembinaan tentang ajaran Islam, inilah urgensi dari dakwah pelosok.
Tinggalkan Komentar