Tempo hari yang lalu Ibu Nurul Komariyah – guru dan sahabat penulis penggerak literasi dari Sukorame Lamongan membalas komentar facebook penulis pada postingannya dengan kalimat “iih mang Agus, … Ehh jadi kompor lho buku itu”. Pada postingan itu, Ibu Nurul berswafoto sambil memegang empat buku antologi kami berjudul “Jalan Bahagia”, “Menata Karakter Generasi Hebat”, “Metafora” dan “Kalimat-Kalimat Ramadhan”.
Buku-Buku itu adalah beberapa dari buku antologi yang kami buat sejak tahun 2019. Diawali ketika kami menjadi alumni kelas antologi batch #2 bersama Pak Cah dan Umi Ida. Penulis sendiri memulai menulis buku berupa antologi bersama guru-guru dan siswa-siswi SDIT Al-Hikmah tahun 2018. Selepas itu bergabung dengan kelas antologi untuk menimba ilmu kepenulisan lebih banyak dan alhamdulillah luar biasa Allah pertemukan penulis dengan Pak Cah, Umi Ida dan sahabat-sahabat yang super duper produktif, kreatif dan inovatif yang kemudian kami wadahi dengan nama Kalimat (Komunitas Menulis untuk Indonesia Bermartabat). Komunitas ini beranggotakan semua alumni kelas antologi batch #2 bersama Pak Cah dan Umi Ida.
Oh ya anggota Kalimat ada dari Aceh sampai Papua loh. Ada Bu Cut Ana Juita dari Indonesia Barat (Aceh), Abah Abd Samad Indonesia Tengah (Kalimaantan Timur), dan Ibu Silani Indonesia Timur (Papua).
Sejak saat itulah kami terus melakukan penulisan buku antologi hingga kemudian muncul penulis-penulis buku mandiri dari semangat saling dukung. Disamping penulisan buku ada kegiatan kopdar di Perpusnas, kopdar di rumah Pak Cah di Yogyakarta, pembuatan website kalimatindonesia.id, bakti sosial untuk dampak covid-19, bantuan sosial untuk sesama anggota yang sedang ada musibah hingga aktivitas-aktivitas kekeluargaan lainnya.
Ada Tangan Tuhan
Sampai hari ini bahkan untuk seterusnya pembuatan buku antologi harus tetap berjalan. Membuat buku antologi dengan komunitas manapun. Sesama guru di sekolah, bersama anak-anak didik, teman satu kantor bahkan bersama ibu-ibu pengajian atau ibu-ibu arisan.
Di sana ada nilai kebersamaan yang membuat kita bisa saling mengangkat satu sama lain. Dengan buku antologi seseorang yang baru bisa membuat satu artikel, satu puisi, satu cerpen, satu pentigraf, atau satu hasil miniriset bisa memiliki karya berupa buku.
Dengan menulis buku bersama ada semangat yang tersengat, ada gagasan yang tergoreskan, bahkan ada draft yang lama tersendat kembali terangkat. Di sana kita bisa saling bertukar pikiran mengenai idea dan gagasan menulis, berbagi referensi, saling mengoreksi, saling menyemangati dan tentu saja saling mengucapkan selamat, doa keberkahan dan merayakan kebahagiaan atas hasil yang diciptakan dari tangan-tangan yang saling bergandengan.
Di sanalah Tangan Tuhan bersama kita. Tanpa kita sadari ada kekuatan luar biasa yang tak kasat mata hingga lahirlah kebaikan-kebaikan yang berlipat dan berlapis-lapis dari penulisan bersama. Karenanyalah kita membenarkan sabda Nabi dalam riwayat Tirmidzi,”Tangan Allah bersama orang-orang yang bekerjasama”.
Diantar Lalu Mengantar
Satu hal yang kita saksikan dan rasakan dalam pemandangan orang-orang yang bekerjasama tak terkecuali dalam penulisan buku adalah tradisi diantar dan mengantar. Para Penulis yang sudah terbiasa menulis akan mengantar para penulis pemula. Mereka yang awalnya diantar akan beranjak semakin semangat dan semakin mahir hingga pada saatnya mereka juga akan mengantar lagi para penulis pemula. Teruslah demikian hingga akan muncul antologi-antologi baru yang tersambung-sambung.
Di kelas antologi awalnya kami semua diantar oleh Pak Cah dan Umi Ida pada buku “Jalan Bahagia”. Lalu membentuk “Kalimat” masih diantar oleh Pak Cah dan Umi pada buku “Menatar Karakter Generasi Hebat”, dan “Metafora”. Lalu kami terus mengasah kemampuan menulis dengan sama-sama melahirkan buku-buku antologi, maka terbitlah buku “Kalimat-Kalimat Ramadan”, “Pak Cah” dan “Dari Literasi untuk Negeri”.
Kemampuan para anggota Kalimat terus meningkat di daerahnya masing-masing mulai menjadi pengantar bagi para penulis pemula lainnya. Ade Zaenudin Ketua Kalimat menjadi pengantar teman-temannnya di Pergunu, sekolah MTs tempat mengajar dan rekan-rekannya sesama Mahasiswa S3 maka lahirlah buku “My Inspiration”, “Pelita dalam Kata”, “Diary di Masa Pandemi”, “Di Rumah Aja” , “Manajemen Kepemimpinan Pendidikan” dan lain-lain.
Penulis sendiri bersama Forum TBM Sumedang menulis buku “Aku dan Sumedang”, “Dari Kalimat untuk Indonesia” dan “Sejarah Persis Sumedang”.
Pak Anis Romzi bersama SMPN 4 Katingan Kuala berhasil membuat buku “ANT-B anak-anak Tahan Banting : antologi kisah-kisah pulang sekolah anak-anak desa SMPN 4 Katingan Kuala”.
Selain itu ada nama Abah Abad Samad yang terus menulis buku genre pengembangan diri, Bu Hermi Pasmawati yang terus produktif membuat buku antologi dari riset-riset psikologi, Kak Triznie dengan antologi sastra dan storry telling dan Ibu Nurul Komariyah yang telah berhasil mengantar putra tercinta menjadi penulis buku mandiri serta sahabat-sahabat lainnya yang terus melapiskan kebaikan dengan saling mengantar dan diantar.
Berlomba-Lomba dalam Kebaikan
Selama proses antologi yang menghidupkan kerja diantar dan mengantar ternyata lahir pula buku-buku mandiri dari para anggotanya. Ada judul-judul buku mandiri yang lahir dari penulis-penuis ini yaitu “Guru Milenial” karya Ade Zaenudin, “Kekuatan Dzikir dan Doa: Perahu Penembus Cinta Sang Kuasa” karya Abah Abd Samad, “, “Toleransi dari Seribu Sungai” “Aku Mengabdi pada-Mu”, Alis Guru Nusantara (Ayo Menulis Guru) : Merajut Kekayaan Intelektual Putra Bangsa” karya Bapak Kepsek Moh. Anis Romzi, “Aku”, “Cinta Rani” karya Bunda Cicik Setyorini, “Perjalanan Keluarga Silat Nasional Indonesia Perisai diri DKI Jakarta”, “Pendekar naga dari timur : biografi R. Arnowo Adji HKP” karya Ibu Nurjanah Lubis, “Supervisi Pengawas Implementatif : Wawasan Supervisi Pendidikan Agama Islam” karya Ibu Suwarni Sulaiman, “Akrostik kehidupan” karya Ibu Pramuriati, “Bakoh” karya Rara Nuringdyah Anggun Kinasih “Bahtera Nabi Nuh”, “Ibda Binafsik”, “Ramadan Journey”, karya Agus S. Saefullah dan karya-karya lainnya yang karena keterbatasan pengetahuan penulis tidak tertuliskan semuanya di sini.
Buku-Buku mandiri itu disadari atau tidak tersulut dari semangat saling dukung dalam pembuatan buku antologi. Hasrat untuk naik kelas dari penulisan buku antologi ke buku mandiri terbangunkan karena satu sama lain saling berlomba-lomba.
Kebikan tak berhenti
Maka penulis tak pernah berhenti untuk terus menyemangati teman-teman agar terus membuat buku antologi. Ibu Nurul Komariyah dari Lamongan sudah menyampaikan bahwa sudah ada persiapan untuk membuat buku antologi bersama para guru pengerak di Kabupaten Lamongan. Penulis sendiri saat ini sedang menyiapkan empat antologi bersama Forum Taman Baca Sumedang, Mahasiswa Mahad Aly Al-Asma, Pemuda Persis Sumedang dan Pemudi Persis Sumedang.
Bagi teman-teman yang sudah berhasil membuat buku mandiri terus tingkat kualitas dan kuantitas produktifitas menulisnya. Namun jangan lupa bahwa kita juga dilahirkan dari antologi-antologi, maka tetaplah bergabung dengan antologi-antologi dimanapun.
Meski sudah bisa membuat buku mandiri jangan berhenti menyumbangkan satu puisi, satu artikel, atau satu cerpen untuk antologi-antologi sahabat kita. Bisa jadi satu tulisan yang kita sumbangkan menggenapkan buku yang diantologikan, menyulut semangat yang malu-malu, dan membangunkan keraguan yang masih merasa sungkan. Tanpa terasa disana kita sedang melakukan tektok amal jariyah.
Satu tulisan yang kita sumbangan bisa jadi adalah semangat awal bagi mereka yang dari waktu ke waktu terus mengasah diri dalam menulis hingga suatu saat mereka menjadi penulis buku, pembuat naskah film, peneliti, bahkan pembuat pidato-pidato kenegaraan yang memukau.
Ayo jangan berhenti berantologi. Ayo kita tektok amal jariyah.
Salam Literasi
Tinggalkan Komentar