Sebuah penelitian dari Jurnal “Prosiding Berkala Psikologi (Psisula)” Fakultas Psikologi Universitas Sultan Agung Semarang menegaskan bahwa kebiasaan tidur di pagi hari (setelah salat subuh) berdampak kurang baik pada kesehatan fisik dan mental seseorang.
Penelitian yang melibatkan yang melibatkan 56 orang responden untuk dijadikan dua kelompok (kontrol dan eksperimen) ini diamati dengan metode posttest only control group design. Secara singkat hasilnya menyebutkan bahwa skala depresi menilai disforia, keputusasaan, devaluasi kehidupan, penghinaan diri, kurangnya minat dan keterlibatan, anhedonia dan inersia memiliki rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang menghindari tidur setelah subuh.
Akibat yang ditimbulkan dari kebiasaan tersebut adalah rasa gelisah, cemas berlebihan, khawatir tanpa alasan dan mudah lelah. Kondisi ini berdampak pada kondisi lanjutannya seperti prestasi yang menurun, produktivitas kurang baik dan hubungan sosial yang terganggu.
Itulah mengapa sudah jauh-jauh waktu Rasulullah, para sahabat, dan ulama-ulama banyak melarang kebiasaan tidur setelah salat subuh.
Sima’ bin Harb rahimahullah pernah bertanya kepada Sahabat Nabi – Jabir bin Samuroh,
أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Apakah engkau sering menemani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”
Lalu Jabir menjawab,
نَعَمْ كَثِيرًا كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.
“Iya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat shubuh hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan tempat salat). Dulu para sahabat biasa berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah, lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya tersenyum saja.” Riwayat Muslim.
Ibnu Abbas radhiayallahu ‘anhu juga mengisahkan bahwa Rasulullah menasihati,
إِذا صَلَّيْتُمُ الفَجْرَ فَلَا تَنامُوا عَن طَلَبِ أرزاقكم
“Ketika kalian sudah selesai melakukan shalat subuh, janganlah (mementingkan) tidur yang menjadi penyebab hilangnya rezekimu.”.
Syekh al-Munawi dalam “Faidhul Qadir” menjelaskan kebiasaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam beraktivitas mencari rezeki di pagi hari. Karena waktu pagi adalah waktu yang diberkahi. Setelah shalat Subuh, Rasulullah memulainya dengan berzikir dan beristighfar kemudian setelah matahari terbit, Rasulullah berjalan keluar mencari rezeki.
Bagaimana kalau kondisinya sangat terpaksa. Misalnya ada pekerjaan malam hari yang tidak bisa ditinggalkan seperti pedagang-pedagang kuliner malam hari (nasi goreng, sate, pecel lele, dan lain-lain), security, pabrik ship malam dan lain-lain maka bisa mengikuti apa yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah,
“Di antara yang tidak disukai adalah tidur antara shalat pagi dan ketika matahari terbit, karena tidur pada waktu itu kurang baik…. sampai-sampai jika seseorang berjalan (safar) sepanjang malam, mereka tidak diizinkan untuk duduk (tidur dan istirahat) sampai terbit matahari.”
Dalam keterangan di atas Ibnu Qayyim menyerankan kepada yang sangat lelah karena beraktivitas di malam hari maka tetaplah terjaga hingga matahari terbit dengan jelas. Kalau di wilayah negara kita mungkin bisa boleh tidur pukul 06.00 atau 07.00 an.
Tentu larangan-larangan tidur setelah subuh di atas tidak sampai pada level keharaman. Larangan-larangan itu hanya bersifat untuk mendapatkan keutamanaan-keutamaan pagi hari dan menjaga kesehatan fisik dan mental.
Karena mereka yang terbiasa tidur setelah salat subuh tidak akan mendapatkan doa keberkahan dari Rasulullah.
اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” Riwayat Abu Dawud.
Sumedang, 24 Ramadan 1443 H
Tinggalkan Komentar