Suatu hari Khalifah Umar bin Khattab mendengar bahwa salah seorang penduduk Syam yang selalu menjadi kepercayaannya dalam beberapa perutusan dikabarkan menjadi seorang pemabuk minuman keras. Padahal sebelumnya ia adalah seseorang yang kuat dan taat.
Karena itu, Umar segera memanggil sekretarisnya untuk membuatkan surat yang akan ditujukan kepadanya.
Ia pun kemudian mendikte dan sekretaris menulisnya,
مِنْ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ إِلَى فُلاَنٍ ابْنِ فُلاَنٍ، سَلاَمٌ عَلَيْكَ، )أَمَّا بَعْدُ(: فَإِنِّي أَحْمَدُ إِلَيْكَ اللهَ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ، غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ، شَدِيْدِ العِقَابِ، ذِيْ الطَّوْلِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ إِلَيْهِ المَصِيْرُ
“Dari Umar bin Khaththab kepada Fulan bin Fulan. Semoga keselamatan untukmu. (Amma ba’du). Sungguh untukmu aku menyanjung Allah yang tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, Allah itu Maha mengampuni dosa dan menerima taubat lagi keras hukuman-Nya, Allah Yang mempunyai karunia, tiada sesembahan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nya-lah kembali (semua makhluk).”
Selepas itu Umar menasihati para sahabatnya,
اُدْعُوْا اللهَ لِأَخِيْكُمْ أَنْ يُقْبِلَ بِقَلْبِهِ، وَأَنْ يَتُوْبَ اللهَ
“Berdoalah kepada Allah untuk saudara kalian agar ia bisa menerima hidayah dengan hatinya, lalu semoga ia bisa bertaubat kepada Allah.”
Tak berselang lama surat itu sampai kepada orang yang dituju. Ia membacanya dengan tersedu-sedu dan terus mengulang-ulangi kalimat غَافِرِ الذَّنْبِ وَقَابِلِ التَّوْبِ شَدِيدِ الْعِقَابِ “Allah Yang Maha mengampuni dosa dan Menerima taubat lagi keras hukuman-Nya”.
Kisah ini dinukil dari riwayat Ibnu Abi Hatim. Lalu ditambahkan kabar oleh Al-Hafizh Abu Nu’aim dari Ja’far bin Barqan bahwa orang itu kemudian sekarat dan meninggal dengan akhir yang baik.
Mendengar berita itu, Umar kembali menasihati sahabatnya.
هَكَذَا فَاصْنَعُوْا، إِذَا رَأَيْتُمْ أَخَاكُمْ زَلَّ زَلَّةً فَسَدِّدُوْهُ وَوَفِّقُوْهُ، وَادْعُوا اللهَ لَهُ أَنْ يَتُوْبَ عَلَيْهِ، وَلاَ تَكُوْنُوْا أَعْوَانًا لِلشَّيْطَانِ عَلَيْهِ
“Begitulah yang harus dilakukan. Jika kalian melihat saudara kalian tergelincir pada suatu kesalahan, maka tunjukkanlah ia ke jalan yang benar, dan ajak ia kembali pada kebaikan, lalu berdoalah kepada Allah untuknya agar ia bertaubat kepada-Nya. Dan janganlah kalian menjadi kroni-kroninya setan untuk menyesatkannya.”
Dari nasihat itu betapa hebatnya umar dengan mengatakan وَلاَ تَكُوْنُوْا أَعْوَانًا لِلشَّيْطَانِ عَلَيْهِ – Dan janganlah kalian menjadi kroni-kroninya setan untuk menyesatkannya.”
Apa yang dimaksud Umar?
Ketika kita melihat saudara yang sedang tergelincir ke dalam kemaksiatan, Umar menginginkan agar ia tidak dicela, dibully, dipojokan apalagi dijauhi dan dikucilkan.
Sejatinya mereka yang sedang bermaksiat adalah orang-orang yang harus diberi pertolongan. Mereka amat membutuhkan kasih sayang dalam bentuk peringatan dari saudara-saudaranya. Segera selamatkan lalu kuatkanlah dengan mendoakan mereka kapada Allah Yang Maha Rahman dan Maha Membolak-Balikan hati manusia. Berdoalah agar Allah membukakan pintu hatinya dan menggerakan jiwanya kembali ke jalan yang benar.
Selain itu, nasihati mereka dengan cara yang tidak mempermalukan. Junjunglah harga dirinya, agar mereka termotivasi dan berbesar hati. Tumbuhkanlah harapan dari cinta orang-orang baik yang sedang mengelilinginya. Dalam “Diwaan Imam Sayfii” ia menyampaikan syair,
Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri,
Jauhilah memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian
Sesungguhnya nasihat di tengah-tengah manusia itu termasuksesuatu
Pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya
Jika engkau menyelisihi dan menolak saranku
Maka janganlah engkau marah jika kata-katamu tidak aku turuti
Jagalah kehormatannya. Jangan disebar-sebarkan aibnya. Sungguh perbuatan menyebarkan aib sesama, sama sekali tidak mencerminkan dakwah Islam.
Ingatlah Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha penerima tobat, Maha Penyayang” (QS al- Hujurat:12).
Bukankah kita semua juga memilki aib hanya saja beruntung Allah masih menutupi dan memberi kesempatan bertaubat. Lalu apa alasan yang dibenarkan kepada kita untuk menyebar luaskan aib orang lain.
“Barang siapa menutupi aib seorang Muslim, Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat” Demikian Rasulullah bersabda dalam riwayat Ibnu Majah.
Tidak perlu ada celaan-celaan yang membuat mereka semakin terpuruk dan tidak berempati kepada agama hanya karena para pemuka agama yang tidak bijak dalam berdakwah. Perhatikanlah bagaimana Allah memanggil orang-orang yang sedang bermaksiat dengan seruan yang lemah lembut agar mereka tidak berputus asa dari Rahmat Allah yang Maha Mengampuni,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ . وَأَنِيبُوا إِلَى رَبِّكُمْ وَأَسْلِمُوا لَهُ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ الْعَذَابُ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az Zumar: 53-54).
Sumedang, 7 Ramadan 1443 H
Tinggalkan Komentar