Info Terkini
Rabu, 20 Nov 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
11 Juli 2022

Memoar Perjalananku di Thailand (9)

Senin, 11 Juli 2022 Kategori : Founder Way / Naufal A.

Suasana yang penuh dengan kehangatan pada setiap hari raya bagaikan tradisi yang sudah menyejarah dalam memori hidup saya. Semarak takbir yang bersumber dari toa-toa masjid dan suara anak-anak yang riang merupakan hal yang selalu melekat dalam hidup saya. Oleh karena itulah, suasana seperti itu amat saya nantikan menjelang hari raya Iedul Adha di negeri orang.

Sebelum lebih jauh, penting untuk saya sampaikan bahwa saya merasa beruntung mendapatkan lokasi KKN dan PPL Internasional di Pulau Tengoh. Kendati jaraknya relatif jauh karena berada di kawasan pesisir Provinsi Krabi. Tetapi, di sinilah saya mampu merasakan denyut nadi kehidupan masyarakat Thailand yang tidak begitu berbeda dengan Indonesia.

Barangkali di antara seluruh titik lokasi KKN dan PPL di Thailand, mungkin lokasi yang paling dekat dengan masyarakat adalah kawasan tempat saya bertugas. Keberuntungan ini semakin kentara lagi manakala kawasan tempat saya bertugas ini dihuni oleh penduduk yang seluruhnya beragama Islam. Kalau pun dalam kenyataannya presentase penduduk Pulau Tengoh yang beragama Islam tidak mencapai 100%, bolehlah saya katakan bahwa 90% penduduk pulau ini menyatakan diri sebagai orang-orang Muslim.

Pembaca yang budiman, tatkala dua hari yang lampau saya mengakhiri Saum Arafah dengan menyantap hidangan buka puasa, saya mengira suasana pada malam harinya akan ramai seperti di Indonesia. Namun, rupanya ekspektasi saya keliru. Setelah saya bersama Rangga pergi ke masjid untuk menunaikan salat Isya berjamaah, ternyata sebakda salat, seluruh jamaah masjid pulang ke rumah masing-masing.

Melihat keadaan semacam itu saya heran bukan main, ternyata begitulah situasi menjelang hari raya Iedul Adha atau mungkin Iedul Fitri di Thailand. Kering sekali dari unsur-unsur kemeriahan. Sememtara, kalau di Indonesia malam Idul Adha atau Idul Fitri pastilah ramai oleh semarak takbiran dan tabuhan bedug. Lepas pulang dari masjid, saya yang penasaran lantas mengecek grup Whatsapp peserta KKN dan PPL yang lain, rupanya yang terjadi di lokasi mereka pun sama seperti yang saya alami di sini. Maka, malam itu pun saya akhiri seperti malam-malam sebelumnya. Hanya saja, untuk mengobati rasa rindu akan kampung halaman, saya berinisiatif menghangatkan suasana dengan melantunkan takbir di kamar sampai kira-kira pukul 21.30.

Saya baru mendengar lantunan takbir yang menggema di langit Pulau Tengoh pada pukul 06.00 pagi, Ahad 10 Juli. Kala itu saya sudah bersiap-siap untuk diantar oleh Ustadz Abdul Aziz dan seorang lainnya menggunakan motor menuju pelabuhan. Di tengah perjalanan, saya bertanya kepada Ustadz Abdul Aziz tentang waktu pelaksanaan salat Ied di daerah ini. Katanya, pelaksanaan salat Ied di sini biasa digelar pukul 08.00 pagi atau menyesuaikan dengan keadaan. Wah, dalam hati, saya merasa heran lagi karena biasanya di Indonesia, salat Ied dilaksanakan pada waktu saat matahari belum terbit begitu tinggi.

Sesampainya di pelabuhan saya dijemput oleh Babo Damrong bersama dengan istrinya. Saat itulah untuk pertama kali, saya melihat dengan mata kepala sendiri istri Babo. Seusai itu, kami berempat mengendarai mobil bergerak menuju ke daerah utara untuk menunaikan salat Ied.

Hal yang menurut saya agak lucu terjadi ketika saya, Rangga, dan Babo belanja makanan ringan di Seven Eleven, minimarket khas Thailand. Dalam waktu yang singkat, saya bersama Rangga cepat-cepat membawa masing-masing sebuah roti bungkus. Ketika roti kami diberikan kepada kasir, rupanya sang kasir mengembalikan lagi roti yang dipilih oleh Rangga. Sembari berbicara menggunakan bahasa Thai kepada Babo, ternyata kasir itu memberitahukan bahwa roti yang dipilih Rangga mengandung unsur babi. Sontak, saya pun langsung menertawakan Rangga yang malah membawa roti rasa daging babi. Sebagai gantinya, Babo segera menukarkan roti haram itu dengan roti yang halal.

Kehangatan jamaah di sekitar masjid pelaksanaan salat Ied. (Sumber gambar: Dokumen pribadi)

Kami berempat sampai di lokasi pelaksanaan salat Ied pada sekitar pukul 09.00 pagi. Tempat yang menjadi lokasi salat Ied kemarin berada di daerah pedalaman yang nampaknya sepi kalau di hari-hari biasa. Selain itu, tempat salat Ied kali ini lain seperti yang saya gunakan biasanya. Salat Iedul Adha kemarin digelar di dalam masjid. Menurut saya, luas bangunan masjidnya pun kecil sekali jika perlu dibandingkan dengan masjid-masjid yang pernah saya singgahi selama di Indonesia.

Salat Ied dan khutbah Iedul Adha selesai pada sekitar pukul 10.00 pagi. Sesudah itu, seluruh jamaah bermusafahah lalu diarahkan oleh panitia Ied untuk keluar dari masjid. Rupanya seluruh jamaah diperintahkan untuk menyantap sarapan bersama. Jujur, saya yang melihat kegiatan ini merasa kagum sebab berlainan sekali dengan kebiasaan di Indonesia. Di Indonesia, biasanya kami menyantap sarapan sebakda salat Iedul Adha di rumah masing-masing.

Hidangan sarapan hari raya Iedul Adha. (Sumber gambar: Dokumen pribadi)

Saya bersama Rangga lantas dipersilakan duduk di sebuah kursi dan meja panjang yang sudah disiapkan oleh panitia Ied. Tanpa menunggu lama, hidangan yang terdiri atas olahan daging sapi semacam gulai sapi dan sop tersaji di atas bagian meja kami. Para jamaah mengoper nasi yang sudah dibungkus dengan plastik ke atas meja kami.

Setelah hidangan siap semuanya, kami pun lekas menyantap hidangan tersebut. Menurut saya, olahan semacam gulai daging sapi rasanya enak sekali. Bumbunya mirip sekali dengan bumbu rendang yang biasa dijual di gerai-gerai masakan Minang Hanya saja, di sini daging sapinya dipotong kecil-kecil.

Seiring habisnya hidangan sarapan, saya langsung menyaksikan proses penyembelihan hewan kurban di sekitar masjid tersebut. Saya perhatikan hanya ada satu ekor sapi yang disembelih. Setelah prosesi penyembelihan selesai, kami dititipkan Babo di sebuah rumah milik saudara atau koleganya yang terletak di pusat kota Krabi sampai sekira pukul 14.00 siang. Tentu saja, kesempatan ini saya gunakan untuk tidur siang agar kembali fit melaksanakan aktivitas selanjutnya. Sementara itu, Babo bersama istrinya kembali lagi ke lokasi salat Ied dan penyembelihan hewan kurban.

Saya bersama Rangga dijemput Babo dan istrinya pada pukul 14.00 siang. Setelah dijemput, rupanya kami dibawa ke pantai Ao Nang. Bagi saya Ao Nang menyimpan kenangan tersendiri. Sebabnya, kawasan inilah yang menjadi titik persinggahan pertama saya bersama dengan kawan-kawan dari UNSIL. Saya yang kembali ke kawasan itu auto-flashback, merindukan lagi  saat-saat saya menghabiskan waktu liburan bersama dengan Wisnu, Mutiara, Ammira, dan Luthfia sepekan yang lalu.

Di kawasan inilah kami berempat menikmati suasana sore hari sambil menikmati hidangan yang enak-enak. Segala jenis makanan dimulai dari nasi goreng, nasi putih, sayuran, ayam panggang, ikan goreng, ikan cakalang. Pokoknya semuanya tersaji di atas samak yang terhampar.

Selepas berlibur sejenak di Ao Nang kami berempat pun pulang. Tetapi sebelum itu, kami diajak mampir ke rumah saudara Babo dan istrinya. Sebakda itu, saya bersama Rangga diantar ke pelabuhan Pulau Tengoh untuk kembali pulang ke Jazirahpithayanusorn School.

Demikianlah, catatan harian saya, sebenarnya uraian ini adalah pengalaman yang saya rasakan pada hari raya Iedul Adha kemarin, Ahad 10 Juli. Meskipun begitu, semoga tidak mengurangi substansi manfaat dari uraian ini. Aamiin.

Bumi Allah, Krabi, Senin 11 Juli 2022.

Tulisan Lainnya

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 5 7 7 6
Total views : 12244
Salam Silaturahmi