Info Terkini
Kamis, 10 Okt 2024
  • Website berisi tulisan-tulisan Agus S. Saefullah beserta para penulis lainnya
4 Agustus 2022

Memoar Perjalananku di Thailand (18)

Kamis, 4 Agustus 2022 Kategori : Founder Way / Naufal A.

Senang sekali rasanya dapat menghadirkan kembali memoar perjalanan ini kepada pembaca sekalian. Memoar yang ke-18 ini baru mampu saya tulis setelah saya berada di Tanah Air sejak Rabu, 27 Juli yang lalu.  Meskipun, belakangan ini saya sering update memoar di media sosial, tetapi sebenarnya memoar-memoar itu adalah hasil penerbitan yang “dirapel” pada pekan sebelumnya.

Saya sengaja memberi jeda penulisan memoar ini karena alasan beberapa memoar terbaru yang sudah ditulis selama masih di Thailand mengalami keterlambatan dari sisi penerbitan. Walaupun demikian, hal tersebut tidak mengurangi sedikit pun rasa hormat dan terima kasih saya kepada Kang Agus S. Saefullah, selaku Founder Qolamuna.Id yang di sela-sela kesibukannya selalu menyempatkan waktu untuk menerbitkan memoar-memoar saya. Atas segala kebaikannya, saya doakan semoga Kang Agus dan keluarga diganjar dengan pahala yang mengalir deras. Aamiin!

Pembaca sekalian, untuk menghindari kesan menggantung dari memoar-memoar yang telah saya terbitkan. Saya berniat untuk meneruskan penulisan memoar walaupun sudah berada di Indonesia. Tentu, untuk menulis memoar, saya membutuhkan waktu untuk menyelaraskan alam pikiran dan batin saya agar tetap bisa menjiwai serta memelihara memori seputar Thailand dan kegiatan KKN dan PPL Internasional.

Dari belasan memoar yang sudah diterbitkan, sesungguhnya ada hal yang belum sempat saya sampaikan. Walaupun sebenarnya dalam hati, saya selalu menunggu waktu untuk menceritakan hal ini. Akan tetapi, saya baru mampu membahasnya sekarang.

Barangkali di antara pembaca sekalian ada yang mengira Babo adalah nama orang lantaran seringkali saya sebut dalam memoar-memoar sebelumnya. Namun, untuk diketahui, sebenarnya, Babo bukanlah nama orang. Babo adalah titel yang biasa disematkan orang-orang Muslim Thailand kepada pemuka agama Islam. Mungkin kalau di kalangan masyarakat Jawa titel semacam itu sama seperti titel kiai atau mungkin di kalangan masyarakat Sunda seperti titel ajengan.

Saya baru tau hal ini setelah menyimak chat grup WA kawan-kawan saya dari UNSIL dan membaca sebuah artikel tulisan Aliyul Himam berjudul Islam Nusantara di Thailand: Studi Etnografi Ritual Ibadah Muslim di Thailand Selatan (2020) yang diterbitkan oleh Jurnal Kopis.

Hal lainnya yang belum sempat saya ceritakan yaitu aktivitas rutinan bersama anak-anak di luar jam sekolah. Sebagai sekolah Islam, di Jazirahpithayanusorn School biasa diselenggarakan kegiatan mengaji untuk anak-anak di surau sekolah setiap bakda salat Magrib sampai Isya. Dalam kurun sepekan, kegiatan ini berlangsung selama empat hari, dari Senin sampai Kamis. Tidak semua anak-anak yang mengaji di sana adalah murid-murid dari Jazirahpithayanusorn School. Beberapa di antara mereka adalah anak-anak yang bertempat tinggal tidak jauh dari sekolah ini.

Sejak pekan pertama tiba di Jazirah School, saya sudah terlibat dengan kegiatan ini. Setiap selesai zikir bakda salat Magrib berjamaah, saya selalu langsung dikerumuni oleh anak-anak. Mereka dengan antusias berlomba-lomba menyodorkan buku berisi huruf-huruf hijaiyah kepada saya. Buku ini kalau di Indonesia serupa dengan buku Iqra yang digagas oleh K.H. As’ad Humam, seorang ulama dari Yogyakarta.

Walaupun bahasa menjadi kendala serius di antara saya dengan mereka. Namun, karena dalam urusan ini kemampuan membaca Al-Qur’an atau huruf hijaiyah yang dikedepankan, maka saya tidak terlalu merasakan kendala yang berarti dalam urusan ini.

Hal unik yang saya rasakan selama menjadi pembimbing ngaji anak-anak yaitu ketika anak-anak ini membaca huruf-huruf hijaiyah dalam sebuah buku semacam Iqra di Indonesia. Mereka membaca huruf-huruf hijaiyah dari buku tersebut dengan logat khas yang tidak lazim di telinga saya atau barangkali kebanyakan telinga orang-orang Indonesia.

Jika mereka sedang melafalkan huruf-huruf hijaiyah, sekilas terdengar dari lisan mereka bacaan seperti “alif tatae a, ba tatae ba, ta tatae ta, dan seterusnya” atau kadangkala ada yang seperti “alif mimicut, ba mimicut, ta mimicut, dan seterusnya”. Jujur, ketika pertama kali saya mendengar mereka ngaji, saya selalu tahan tawa. Tetapi, seiring waktu, saya jadi terbiasa dan mampu memahami cara mereka mengaji.

Hal menarik lainnya yang saya temukan selama mengikuti kegiatan ini ialah manakala saya mendengar bahasa Melayu digunakan dalam kegiatan membahas kitab-kitab agama. Kegiatan ini biasa dilakukan kira-kira pukul 20.00 di ruang kelas. Anak-anak yang mengikuti pengajian ini terdiri dari anak-anak yang berusia kira-kira 13-17 tahun.

Selama kegiatan ini berlangsung, tak jarang saya mendengar Babo menyampaikan materi dengan bahasa Melayu ketika membahas kitab agama. Saya menjadi sadar dengan hal ini ketika beberapa waktu yang lalu membaca beberapa artikel yang menerangkan bahwa bahasa Melayu kerapkali dijadikan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran agama Islam di sekolah-sekolah Thailand.

Ada pun, jenis kitab yang dibaca oleh anak-anak tersebut, sepengetahuan saya adalah kitab berjudul Makrifatul Iman wal Islam (kalau dalam bahasa Indonesia maknanya Mengenal Iman dan Islam). Saya tidak tau siapa pengarang kitabnya. Dari sekian banyak aksara Arab yang terpampang di sampul kitab mereka, saya hanya mampu membaca judulnya saja.

Dalam mengikuti kegiatan di luar jam sekolah ini, saya atau Rangga seringkali dipersilakan Babo atau Ustaz Abdul Aziz menjadi imam salat Magrib atau Isya. Sebenarnya saya selalu segan untuk menjadi imam salat selama di Thailand. Namun, lantaram mereka dam anak-anak selalu menginginkan saya untuk tampil di depan menjadi imam salat mereka, ya maka mau tidak mau saya pun seringkali memenuhi keinginan mereka.

Demikianlah, catatan ini saya uraikan, semoga tidak mengurangi sedikit pun manfaatnya walaupun hari ini saya sudah berada di Tanah Air. Aamiin!

Bumi Allah, Sumedang, 3 Agustus 2022

Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar

 

BUKU-BUKU

TULISAN AGUS S. SAEFULLAH
DAN KAWAN-KAWAN

Diterbitkan :
Hafidz Qur’an 4,5 tahun
“Tabarak seorang anak yang lahir pada tanggal 22 Februari 2003 dinyatakan lulus oleh penguji dari..
Diterbitkan :
Ulama Gila Baca
“Imam Nawawi dalam sehari mampu membaca 12 buku pelajaran di hadapan guru-gurunya” Kesaksian Abu Hasan..

Agenda Terdekat

Trik menjadi seorang penulis adalah menulis, lalu menulis dan terus menulis.

Galeri Pelatihan

Ahlan wa Sahlan

0 0 5 3 9 3
Total views : 11629
Salam Silaturahmi